Jombang (ANTARA News) - Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) terus berusaha meningkatkan penempatan TKI formal semiterampil, terampil, dan profesional untuk memenuhi peluang kerja di luar negeri.

"Pemerintah secara bertahap mengurangi penempatan TKI informal seperti penata laksana rumah tangga, supir, dan tukang kebun," kata Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat pada kuliah umum di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jatim, Sabtu.

BNP2TKI sejak 2012 fokus pada penempatan TKI formal serta mengurangi penempatan TKI informal atau penata laksana rumah tangga (PLRT).

Ia menjelaskan TKI formal adalah mereka yang bekerja di luar negeri pada berbagai perusahaan atau organisasi yang berbadan hukum, memiliki kontrak kerja yang kuat, dilindungi secara hukum di negara penempatan, sehingga nisbi tidak mendapatkan permasalahan selama bekerja di luar negeri.

Menurut data BNP2TKI, dari jumlah penempatan TKI selama 2012 sebanyak 494.609 orang, ternyata lebih banyak penempatan TKI sektor formal ke luar negeri yakni 258.411 orang dibandingkan TKI informal atau PLRT sebanyak 236.198 orang.

Padahal, pada 2011 jumlah penempatan TKI formal sebanyak 264.756 orang, sedangkan TKI informal sebanyak 316.325 orang. Sementara pada 2010 jumlah penempatan TKI formal hanya 124.683 orang, sedangkan TKI informal sebanyak 415.121 orang.

Penempatan TKI formal ke luar negeri dilakukan melalui skema kerja sama antarpemerintah seperti RI-Korea Selatan di bidang industri, manufaktur, pertanian, perikanan, dan jasa, kemudian RI-Jepang dalam penempatan TKI perawat pasien (nurse) dan perawat jompo (caregiver), dan RI-Timor Leste dalam penempatan bidan.

Selain itu, melalui skema kerja sama pemerintah RI dengan pihak swasta di luar negeri seperti penempatan TKI wanita sektor manufaktur elektronik di Penang, Malaysia, dan skema kerja sama antarswasta seperti banyak terjadi pada berbagai sektor kerja.

Ia menegaskan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang mempekerjakan TKI formal semiterampil dan terampil menjamin perlindungan TKI. "Jika Anda mau kerja ke luar negeri sebagai tenaga kerja profesional, negara tidak perlu hadir untuk melindungi anda," ujarnya.

Bagi TKI formal semiterampil dan terampil, isu utamanya bukan pada perlindungan, karena hampir di seluruh negara penerima TKI formal perlindungan TKI sudah diatur oleh UU Ketenagakerjaan negara penerima.

Ada tiga isu utama penempatan TKI formal, yakni, rendahnya informasi pasar kerja, soal "link but not match" seperti seringkali pengguna di luar negeri meminta tenaga perawat namun ketersediaan data itu di pemerintah belum ada, lalu adanya perbedaan antara regulasi pemerintah penerima dengan tuntutan kebutuhan komunitas industri.

Artinya, pihak industri membutuhkan namun pemerintahnya masih belum memberikan kebebasan masuknya tenaga kerja asing (TKA) dari luar negeri.

Jumhur menegaskan pemerintah mengurangi penempatan TKI informal atau PLRT karena tak ada jaminan perlindungan terhadap mereka di negara penempatan, hubungan kerjanya juga subyektif dengan pihak pengguna, cenderung terisolasi karena 24 jam berada di rumah pengguna.

Akibat permasalahan perlindungan TKI di negara penempatan, pemerintah memberlakukan moratorium atau penghentian penempatan TKI sektor informal atau PLRT ke Malaysia, Arab Saudi, Kuwait, Yordania, dan Suriah.


Pewarta: Budi Setiawanto
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2013