Baghdad (ANTARA News) - Gelombang serangan, termasuk serangkaian bom mobil yang terjadi di Baghdad, merenggut 25 jiwa pada Selasa sementara aksi kekerasan merebak di tengah-tengah ketakutan akan konflik antargolongan yang brutal di Irak muncul kembali.

Kerusuhan yang Perserikatan Bangsa-Bangsa katakan telah menewaskan lebih 2.500 orang sejak April hingga Juni terjadi ketika Irak berjuang agar dapat keluar dari kebuntuan politik dan protes oleh minoritas Arab Sunni, lapor AFP.

Belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab atas serangan-serangan tersebut tetapi sebagian besar kekerasan menyasar kaum Syiah.

Kelompok militan Sunni terkait dengan Al Qaida beberapa kali menyasar kaum Syiah.

Kekerasan mematikan Selasa melanda ibu kota Irak itu dengan lima bom mobil meledak di pasar-pasar, sebagian besar kawasan Syiah di Shuala, Kamiliyah, Shaab dan Abu Tscheer di Baghdad. Sebanyak 20 orang meninggal dan 61 cedera, menurut petugas keamanan dan medis.

Penembakan-penembakan di tempat lain di ibu kota itu menewaskan empat orang lain, sementara pemboman di kota-kota Kirkuk dan Mosul di bagian utara Irak merenggut satu jiwa dan mencederai tiga orang.

Kekerasan itu terjadi sehari setelah serangkaian serangan di sebelah utara Baghdad yang menewaskan 45 orang, termasuk 23 orang meninggal ketika seorang pembom bunuh diri meledakkan dirinya di tengah-tengah upacara pemakaman yang berlangsung di dalam aula kaum Syiah.

PBB telah menyebut lebih 2.500 orang tewas dalam gelombang serangan sejak April hingga Juni.

Jumlah korban meninggal berdasarkan angka-angka yang dikumpulkan kantor berita AFP sejak April hingga Juni lebih dua kali dibandingkan tiga bulan pertama tahun ini.

Serangan-serangan dalam bulan-bulan terakhir telah menyasar berbagai kalangan -- sasaran pemerintah dan pasukan keamanan diserang bom-bom mobil, masjid dihantam penyerang bunuh diri, milisia anti Al Qaida ditembak mati dan warga Irak yang menonton dan bermain sepak bola tak luput dari sasaran penyerangan.

Peningkatan serangan terjadi di tengah-tengah kebuntuan politik dalam pemerintahan persatuan nasional Irak.

Dan sementara para pemimpin politik berjanji akan menyelesaikan pertikaian itu dengan Perdana Menteri Nuri al-Maliki bertemu dua rival utamanya bulan lalu, belum ada langkah-langkah pasti telah disepakati.

Penerjemah: Mohammad Anthoni

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013