"Dalam pembahasan di Baleg ada dua pendapat, yaitu yang menolak direvisi dengan tetap mempertahankan PT Pilpres 20 persen, dan mendukung untuk merevisi dengan PT Pilpres 3,5 persen sama dengan PT DPR,"
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Badan Legislasi DPR RI Ignatius Mulyono menegaskan pembahasan revisi Undang-Undang no 42 tahun 2008 tentang Pilpres akan dilanjutkan pada masa sidang September mendatang.

"Dalam pembahasan di Baleg ada dua pendapat, yaitu yang menolak direvisi dengan tetap mempertahankan PT Pilpres 20 persen, dan mendukung untuk merevisi dengan PT Pilpres 3,5 persen sama dengan PT DPR. Dan, ada yang mengusulkan pelaksanaan Pileg bersamaan dengan Pilpres. Hanya saja tahapan pileg sudah berlangsung. Semua itu akan dilanjutkan pada masa sidang September mendatang," tandas Ketua Baleg RUU Pilpres Ignatius Mulyono dalam Dialektika Demokrasi di Senayan Jakarta, Kamis.

Diskusi yang mengambil tema "Perlukah UU Pilpres direvisi" dengan nara sumber Ferry Mursyidan Baldan (Nasdem), Syarifuddin Suding (Hanura), dan Ahmad Muzani (Gerindra).

Lebih lanjut Ignatius Mulyono menjelaskan apakah UU Pilpres baik direvisi atau tidak oleh DPR RI tujuannya tetap untuk memperkuat sistem presidensial. Karena itu tambahnya DPR RI sesungguhnya tidak mempermasalahkan prosentase Presidential Threshold (PT) Pilpres apakah 20 % sebagaimana UU Pilpres Np.42 tahun 2008, atau 3,5 persen sebagaimana usulan dari fraksi PPP, Gerindra, Hanura, dan PKS. Lima fraksi yang menolak merevisi adalah Demokrat, Golkar, PDIP, PAN dan PKB. Sementara Baleg DPR menunda keputusan merevisi atau tidak UU Pilpres tersebut.

Mulyono menjelaskan UU Pilpres tersebut telah melalui proses panjang dan melibatkan semua kalangan. Semestinya kata Ignatius UU itu tak boleh mundur dan semua harus sepakat untuk memperkuat sistem presidensial.

"Kalau revisi UU Pilpres ini hanya akan membicarakan angka prosentase PT, sebaiknya tidak usah karena tak akan pernah selesai. Bahwa PT 20 persen itu selain untuk memperkuat sistem presidensial juga untuk efektifitas menjalankan pemerintahan," kata Ferry Mursidan Baldan.

Sebaliknya lanjut Ferry, kalau tak ada yang keberatan dengan prosentase 20 persen tersebut, maka revisi UU Pilpres itu akan mudah.

"Bagi Nasdem sendiri akan lebih baik menghentikan perdebatan prosentase PT capres, melainkan hanya pemenang pemilu I, II dan III yang berhak mengajukan capres-cawapres," katanya.

Sementara Syarifuddin Suding menegaskan partainya sepakat UU Pilpres itu untuk perkuat sistem presidensial, termasuk usulan PT 3,5 persen yang secara otomatis bisa mengusung capres-cawapres. Sehingga presiden dan wapres terpilih dari parpol yang sama, akan menjelankan pemerintahan dengan baik sejalan dengan wewenang dan amanat yang diberikan rakyat.

"Terbukti SBY-Boediono tersandera parpol koalisi, sehingga tak efektif dalam menjalankan pemerintahan. Bahkan menghadapi satu partai koalisi saja tak mampu. Kita membangun sistem presidensial seperti Amerika," kata Suding meyakinkan.

Hal sebaliknya diungkapkan Ahmad Muzani bahwa untuk memperkuat sistem presidensial itu mestinya tidak dimulai dengan angka prosentase pilpres 20 persen, dan dengan gabungan parpol, melainkan presiden terpilih dengan wewenang dan amanah yang besar dari rakyat bisa menjalankan pemerintahan lebih efektif, dibanding sekarang ini, yang terbukti tersandera partai koalisi.

?SBY-Boediono yang memperoleh 70 persen tapi tersandera koalisi parpol. Jadi, kalau Baleg tak bisa memutuskan, maka paripurna yang akan memutuskan apakah direvisi atau tidak UU Pilpres itu,? kata Ketua Fraksi Gerindra.
(J004/I014)

Pewarta: Jaka Suryo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013