selama ini permasalahan pangan hanya diatasi secara ad hock antara lain dengan impor, intervensi pasar dan bahkan dengan menyelenggarakan pasar murah dan sejenisnya.
Jakarta (ANTARA News) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai perlunya solusi pendanaan yang terjangkau untuk bisa memecahkan masalah produksi pertanian.

"Yang diperlukan mencari solusi mendasar agar proses produksi pertanian oleh petani kecil tidak terlalu tergantung pada cuaca dan musim, salah satunya dengan input pendanaan yang terjangkau," kata Ketua Umum Kadin Indonesia, Suryo Bambang Sulisto, dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA, di Jakarta, Jumat.

Suryo mengatakan sebenarnya masalah pasokan pangan tidak muncul pada tahun ini saja, tetapi sejak lama sudah menjadi masalah strukural dalam penyediaan pangan di Indonesia.

"Sayangnya, selama ini permasalahan pangan hanya diatasi secara ad hock antara lain dengan impor, intervensi pasar dan bahkan dengan menyelenggarakan pasar murah dan sejenisnya," katanya.

Menurut Suryo, adanya kenaikan harga pangan yang berimbas pada kenaikan inflasi tidak terlepas dari faktor cuaca.

"Cuaca yang tidak menentu ini menyebabkan pasokan bahan-bahan pangan seperti padi, cabai, bawang merah, buah, sayur mayur dan hasil pertanian lain mengalami kekacauan masa tanam dan masa panen. Selain itu juga banyak tanaman yang rusak di lahan," kata dia.

Dikatakannya kenaikan harga bahan pangan dinilai dapat menjadi kontributor terbesar terhadap inflasi yang diperkirakan akan mencapai sembilan persen atau lebih pada 2013.

Oleh karena itu pihaknya yakin bahwa dengan input pendanaan yang lebih terjangkau maka masalah ketergantungan produksi pangan pada cuaca dan musim akan teratasi.

Menurut dia, Indonesia bisa mencontoh China, Thailand dan Taiwan serta beberapa negara tropis di Amerika Latin yang mampu meningkatkan produktivitas pertanian dengan penerapan teknologi melalui skema financing yang terjangkau oleh petani.

Sementara anggota Komite Inovasi Nasional, Bustanul Arifin mengatakan, masalah struktural dari pembiayaan pertanian adalah rendahnya informasi dan sistem komunikasi antara lembaga perbankan dan sektor pertanian. Hal lain menurut dia, yakni masih adanya dualisme pandangan terhadap kesenjangan antara modern-agribisnis skala besar dengan tradisional-pertanian skala kecil.

Menurut Bustanul, pengadaan infrastruktur pembiayaan untuk pertanian harus terus dikembangkan misalnya dengan sistem informasi kredit, mobile banking dan e-money, hingga dukungan regulasi untuk branchbanking dan akses pasar baru.

Pihaknya juga merekomendasikan pembangunan infrastruktur fisik pertanian seperti perbaikan jalan, pelabuhan, irigasi, fasilitas gudang penyimpanan dan stasiun cuaca merupakan hal yang harus diperhatikan. Selain itu, penyuluhan atau konsultasi pertanian serta riset harus terus dilakukan sebagai bagian dari pengalokasian pembiayaan.

"Memang diperlukan jalur keuangan pertanian yang lebih baik. Skema-skema baru yang cocok bisa diterapkan misalnya dengan resi gudang atau inovasi pembiayaan melalui lembaga non bank yang khusus ke pertanian. Kedepan perlu juga adanya sinergitas antara kebijakan makro dengan praktik-praktik usaha mikro," kata Bustanul.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013