Paling banyak menggunakan emas, ada juga forex, komoditi, tapi paling banyak emas."
Batam (ANTARA News) - Penipuan investasi yang seolah-olah mengatasnamakan anggota Bursa Efek Indonesia (BEI) marak terjadi di Kepulauan Riau (Kepri), kata Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Kusumaningtuti Sandriharmy Soetiono.

"Di Kepri banyak yang mengatakan anggota bursa, seolah-olah Bursa Efek Indonesia, padahal bukan. Masyarakat harus hati-hati," ujarnya dalam sosialisasi OJK dan Uji Publik Rancangan Undang-Undang (RUU) Usaha Perasuransian di Batam, Sabtu.

OJK banyak menerima aduan masyarakat mengenai penipuan yang berkedok investasi di Kepri.

Pusat Informasi Pasar Modal (PIPM), menurut dia, pernah mengkonfirmasi penjaja investasi semacam itu yang menawarkan investasi, ternyata tidak tergabung dalam BEI.

"Ketika ditanya, mereka bilang bursa dari Malaysia, dari Inggris. Mereka berkilah dari bursa asing," ujarnya.

Menurut dia, para penjaja investasi bodong banyak menawarkan investasi menggunakan emas.

"Paling banyak menggunakan emas, ada juga forex, komoditi, tapi paling banyak emas," katanya.

Apalagi, ia mengemukakan, sebelum Mei 2013 investasi emas menarik dengan penawaran keuntungan ganda.

Berdasarkan penelusurannya, banyak korban investasi adalah orang yang berpendidikan tinggi yang mencoba menggandakan modalnya.

"Tidak menjamin yang terkena itu berpendidikan rendah. Yang berpendidikan tinggi juga ada karena tergiur tawaran. Jiwa spekulan tinggi," katanya.

Ia mengatakan, OJK menemukan di seluruh Indonesia ada 40 perusahaan investasi yang tidak jelas izinnya dan tidak diawasi instansi lain.

Untuk mengantisipasi kegiatan investasi bodong, pemerintah membentuk satuan tugas (satgas) yang terdiri atas 10 instansi, diantaranya Kementerian Informasi, Kementerian Perdagangan, Kejaksaan dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Harry Azhar Azis, di tempat yang sama menengarai ada banyak kasus penipuan investasi yang tidak sampai selesai ditangani.

Ia meminta, intelejen OJK bekerja lebih baik untuk menelusuri kegiatan yang merugikan masyarakat itu.

"Karena di dalam OJK ada intelejennya," katanya menambahkan.

Pewarta: Jannatun Naim
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2013