Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 15 perusahaan tercatat di BKPM melakukan investasi untuk memproduksi biodiesel yang merupakan bagian dari bahan bakar nabati (BBN) dengan total kapasitas produksi mencapai 990.420 ton/tahun, di luar delapan pabrik yang akan dibangun pemerintah di sejumlah daerah. Menperin Fahmi Idris pada diskusi mengenai pengembangan BBN dengan jajaran Kadin Indonesia di Jakarta, Selasa, mengemukakan ada 15 perusahaan yang tercatat di BKPM yang telah dan siap melakukan investasi BBN khususnya di biodiesel atau biosolar terutama yang berbasis tanaman jarak dan CPO (minyak sawit mentah). Berdasarkan data BKPM 15 perusahaan tersebut dua yang sudah produksi adalah PT Eterindo Jawa Timur yang memproduksi biodiesel berbasis CPO dengan kapasitas 120 ribu ton/tahun dan PT Energi Alternatif Indonesia (Jakarta) dengan produksi 300 ton/tahun. Sedangkan sejumlah perusahaan lainnya telah mengantongi ijin BKPM dan belum berproduksi adalah PT Rekayasa dan Pertamina (di Balongan) dengan kapasitas 5.000 ton/tahun, PT Astra Agro Lestari (ALL) dengan dua pabrik masing-masing berkapasitas 2.500 ton/tahun (Kalimantan Tengah). Selain itu PT Wahana Abdi Tirta (30 ribu ton), PT Anugrah Inti Gemanusa (50 ribu ton), PT Sari Dumai Sejati (100 ribu ton), PT Indo Bio Fuels (150 ribu ton), PT Artha Trans Jaya (1.200 ton) , PT Asianagro Agung Jaya (100 ribu ton), PT Wilmar Bioenergi Indonesia (150 ribu ton), PT Bakrie Sumatera Plantation dengan PT Rekayasa Industri (60 ribu sampai 100 ribu ton), PT Musimas (100 ribu ton), PT Karya Prajona Nelayan (100 ribu ton), dan PT Biodiesel Indonesia. "Deperin dengan dukungan APBN 2006 juga akan membangun delapan pabrik biodiesel yaitu empat pabrik berskala 6.000 ton per tahun dan empat pabrik berkapasitas 300 ribu ton per tahun," kata Fahmi. Empat pabrik berkapasitas besar itu, lanjut dia, akan diserahkan pengelolaanya kepada BUMD, sedangkan empat pabrik yang lebih kecil akan diserahkan kepada koperasi untuk memenuhi kebutuhan energi di desa tersebut sehingga menjadi desa mandiri. Empat pabrik dengan skala 300 ton/tahun akan dibangun di provinsi Banten, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Sedangkan empat lainnya yang lebih besar akan dibangun di Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, dan Sumatera Barat. "Tidak tertutup kemungkinan kita akan menurunkan kapasitas pabrik yang besar sesuai permintaan Pak Purnomo (Menteri ESDM) agar bisa memberi pekerjaan lebih banyak lagi kepada masyarakat. Tim kami akan melakukan pengkajian skala ekonomis berapa (produksinya) yang bisa dicapai," ujar Fahmi. Saat ini proyek pembangunan delapan pabrik tersebut dalam persiapan tender. "Kita akan melakukannya dalam waktu dekat," katanya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006