Phnom Penh (ANTARA News) - Perdana Menteri Kamboja Hun Sen pada Jumat berjanji akan membentuk pemerintahan di bawah kepemimpinannya di tengah-tengah tudingan dari partai oposisi mengenai kecurangan dalam pemilihan umum.

Partai berkuasa yang dipimpin Hun Sen, Partai Rakyat Kamboja (CPP) pada Minggu mengklaim telah meraih 68 dari 123 kursi parlemen, mengalahkan Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP) yang hanya meraih 55 kursi, lapor AFP.

CNRP menolak hasil pemilu dengan tuduhan terjadinya berbagai pelanggaran dan menyerukan protes nasional kecuali dilakukan penyelidikan independen.

Menurut konstitusi Kamboja, Majelis National negara kerajaan itu setidaknya harus memiliki 120 anggota dan melaksanakan sidang pertamanya dalam 60 hari setelah pemilu, sehingga CPP hanya akan mengandalkan suara hasil perhitungannya sendiri jika oposisi memilih memboikot parlemen.

Namun dalam sebuah siaran radio, Jumat, Perdana Menteri justru menantang dengan mengatakan partainya memiliki "mayoritas absolut" dan akan "melanjutkan untuk membentuk kepemimpinan dalam parlemen dan pemerintahan. Mereka tidak akan menunggu kalian (oposisi)".

"Tidak akan ada jalan buntu... Sayalah Perdana Menteri. Saya akan terus melanjutkan menjadi Perdana Menteri," imbuh dia.

"Hukum tidak menyebutkan berapa banyak legislator dibutuhkan untuk sidang pertama."

Ia juga mendesak CNRP untuk melakukan pembicaraan mengenai partisipasi dalam parlemen mendatang.

Sidang parlemen pertama akan digelar pada akhir September.

CNRP sudah meminta dilakukannya penyelidikan yang dipimpin Perserikatan Bangsa-Bangsa terkait tuduhan hilangnya 1,25 juta pemilih dalam daftar pemilih, sementara satu juta "pemilih hantu" dan 200 ribu nama ganda ditambahkan ke dalam daftar tersebut.

Rainsy mengatakan partainya secara faktual telah memenangi mayoritas 63 kursi dan kembali menyerukan agar rakyat mencegah CPP "mencuri kemenangan".

Dalam sebuah pernyataan, oposisi mengatakan pemimpinnya Sam Rainsy akan mengumumkan "sikap CNRP terkait hasil pemilu" pada Selasa.

Hun Sen (60), mantan kader Khmer Merah yang membelot dari rejim tersebut menyatakan akan memerintah hingga berumur 74 tahun.

Ia telah menyaksikan transformasi Kamboja dari negara yang dihancurkan oleh era pembantaian "Killing Fields" pada tahun 1970an menjadi salah satu ekonomi paling aktif di Asia Tenggara.

Perdana Menteri yang sudah menjabat selama 28 tahun itu seringkali dituding mengabaikan hak asasi manusia dan memberangus kebebasan politik.


Penerjemah: Sri Haryati

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013