Depok (ANTARA News) - Masih sangat segar dalam ingatan ketika masyarakat, pemerintah dan para penegak hukum dikejutkan oleh skandal "kamar romantis" di Lapas Narkotika Cipinang, Jakarta yang terbongkar pada minggu ketiga Juli 2013.

Skandal tersebut mengakibatkan Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang Thurman Hutapea dicopot dari jabatannya.

Perbuatan yang memalukan itu terbongkar berawal dari tersiarnya foto-foto ruangan khusus di Lapas Cipinang di mana Vanny Rossyane (22), model majalah pria dewasa biasa memadu kasih dan pesta sabu-sabu bersama bandar narkoba Freddy Budiman yang divonis mati PN Jakarta Barat, karena memiliki 1,4 juta butir ekstasi.

Sementara itu, Freddy telah diisolasi di Lapas Batu, Nusakambangan, namun saat digeledah, masih saja petugas menemukan lima paket sabu-sabu yang disimpan gembong narkotika itu dalam celananya.

Tak sampai dua pekan, masyarakat kembali digegerkan oleh temuan Kementerian Hukum dan HAM bersama Direktorat IV Tindak Pidana Narkoba Mabes Polri berupa sejumlah barang bukti sisa pembuatan narkoba jenis sabu-sabu saat melakukan inspeksi mendadak di Lapas Narkotika Cipinang, Selasa (6/8) malam.

Temuan itu merupakan pengembangan dari tiga kasus narkoba sebelumnya. Berdasarkan penelusuran, narkoba tersebut berasal dari Lapas Narkotika Cipinang. "Memang ditemukan barang-barang yang sementara ini kami duga adalah sisa bahan-bahan pembuatan dari narkoba jenis sabu," kata Direktur Tindak Pidana Narkoba Mabes Polri Brigen (Pol) Arman Depari.

Menurut dia, kepolisian masih akan melakukan pemeriksaan lebih dalam atas temuan jenis serbuk dalam beberapa plastik. Sejauh ini yang sudah diketahui adalah serbuk red fosfor, bahan pembuat sabu-sabu dan bekas cairan yang diduga residu sisa produksi sabu, disamping mesin cetak ekstasi.

"Namun demikian, perlu kami konfirmasikan dulu, kami tunggu hasil pemeriksaan Puslabfor Mabes Polri apakah betul ini sisa pembuatan narkoba," ujar Arman sambil menambahkan, kepolisian belum melakukan pengukuran mengenai jumlah bahan pembuat narkoba yang disita tersebut.

Buntut dari penggerebekan itu Mabes Polri telah menetapkan enam tersangka pembuat narkoba di Lapas Narkotika Cipinang. Tiga tersangka merupakan warga binaan dan tiga lainnya dari luar lapas. "Tersanga dari temuan bahan baku narkotika itu telah ditahan dan akan diperiksa secara acak untuk mengecek masing-masing jawaban," kata Arman.

"Setelah itu baru kami tahu peran masing-masing tersangka dan tindak pidana hukum apa yang akan dijatuhkan," ujarnya dan menambahkan, tersangka tiga warga binaan lapas sudah dipindahkan ke sel tindak pidana narkoba Mabes Polri. Mereka adalah AS, HS, dan V.

Meski indikasi keterlibatan ketiganya sudah jelas, polisi masih memerlukan langkah lebih lanjut untuk menetapan tersangka lainnya. "Pihak kepolisian sangat berterima kasih kepada Menkumham dan seluruh staf di lapas yang sangat berkomitmen dalam pemberantasan peredaran narkoba di dalam LP," katanya.

Sementara itu kepolisian juga menduga seorang sipir terlibat dalam produksi dan peredaran narkoba di LP Narkotika Cipinang. Kadiv Humas Mabes Polri Brigjen Ronny Sompie menyebut nama Wakil KPLP Cipinang, GW yang menjadi pembawa narkoba dari dalam ke luar penjara.

Awalnya polisi menangkap tersangka Juarti yang menerima sabu seberat 300 gram dari napi di dalam penjara, di halaman LP Narkotika Cipinang. "Hasil pengembangan menunjukkan, sabu berasal dari LP Cipinang dibawa keluar oleh Wakil KPLP berinisial GW," kata Ronny.

Juga penangkapan sepasang suami istri atas nama Reza dan Maria menjadi petunjuk polisi. Dari mereka, disita barang bukti satu kilogram sabu di Jakarta dan 2,5 kilogram sabu di Surabaya. Dari situ, polisi menduga ada home industri pembuatan sabu. Dua napi yang ditengarai menjadi otaknya adalah AS dan HC. Satu inisial lagi V juga sempat disebut polisi.

Pelaksana Harian Dirjen Pemasyarakatan, Bambang Krisbanu, juga membenarkan informasi yang menyebutkan staf lapas berinisial G diduga terlibat.



Semua bisa dibeli

Skandal "kamar romantis" dan adanya sebuah gudang tersembunyi di bengkel kerja Lapas Narkotika Cipinang yang dipakai untuk memproduksi sabu-sabu, menunjukkan betapa fleksibelnya penjara di Indonesia, bagi mereka yang memiliki uang.

Kasus terpidana Gayus Tambunan yang terekam kamera tengah menonton turnamen tenis di Bali membuktikan penjara bisa mengeluarkan izin keluar sementara, yang diperbolehkan oleh hukum. Tetapi Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Neta S. Pane menyebutkan, izin keluar itu kerap hanya menjadi "formalitas" dan ongkosnya tergantung pada "situasi".

Riset yang dilakukan oleh IPW menunjukkan, narapidana yang mampu membayar ongkos sesuai permintaan bisa keluar penjara hingga tiga hari dalam seminggu.

Permasalahan di penjara tidak lepas dari fakta bahwa penjara di Indonesia kelebihan kapasitas dan kurang dana seperti ditulis oleh Asia Foundation dalam laporannya dua tahun lalu. Berdasarkan laporan itu, para petugas yang mengelola penjara tidak mendapat bayaran yang layak.

Prinsipnya, tidak ada yang tidak bisa dibeli dengan uang di penjara. Pada sistem yang karut marut di mana kenyamanan sangat minim dan para petugas kurang mendapat jaminan kejahteraan, maka uang pun bicara.

Menurut Ketua IPW, Neta S. Pane praktik ini memang sulit diberantas karena tidak ada lembaga yang khusus memantaunya. "Izin meninggalkan lapas misalnya, hanya formalitas, jadi bayarannya juga tergantung situasi. Kalau lagi ada sidak, tarifnya bisa mencapai Rp5 juta sekali pulang dari pagi sampai sore dan kalau dari sore sampai pagi tarifnya Rp15 juta," kata dia.

Menanggapi hal ini, Menkumham Amir Syamsuddin mengatakan, mekanisme pemantauan sudah berjalan dan dilakukan. "Langkah-langkah penertiban saya lakukan sehingga ada petugas yang diberhentikan dari tugasnya, dan narapidana juga khususnya kasus korupsi dikumpulkan di LP Sukamiskin Bandung," kata Menkumham.

Dia yakin dengan pemantauan secara terpadu dan terus-menerus maka peraturan di penjara bisa ditegakkan.

Terkait masalah produksi narkoba di dalam lapas, PLH Dirjen Pemasyarakatan, Bambang Krisbanu menyenbutkan, pihaknya dalam waktu dekat akan mengundang seluruh divisi lembaga permasayarakatan di Indonesia untuk lebih menekankan teknis-teknis pengamanan.

"Perlu strategi khusus untuk masalah peredaran narkoba dari dalam lapas. Ini adalah tugas bersama yang harus kita hadapi. Dan menghadapi hal ini kami tidak main-main siapa pun yang bersalah akan kami tindak tegas. Siapa saja yang kira-kira ada kecenderungan bermain," ujarnya.

Penemuan `pabrik` narkoba itu juga membuat petugas memperketat penjagaan bagi pengunjung lapas, terlebih menghadapi membludaknya kunjungan saat Lebaran. "Kami perketat pejagaan dan kewaspadaan di lokasi strategis khususnya keluar masuk barang. Penambahan petugas juga akan dilakukan," kata Bambang.

Pemeriksaan menurut dia dilakukan hingga tiga kali di tiga lapis penjagaan. Setiap pengunjung termasuk barang bawaan mereka diperiksa sampai tiga kali, sampai mereka keluar lagi.

Bisnis narkoba meski berisiko tinggi, mendatangkan uang banyak dalam waktu singkat apalagi penggunanya setiap tahun terus melonjak. Tak heran jika memproduksi narkoba, sangat menarik minat orang-orang yang tidak bertanggung jawab, walaupun pemberantasan pemakaian, peredaran dan pembuatan barang haram itu terus digencarkan oleh pihak berwenang.

Memberantas narkoba tak pelak ibarat mengejar bayang-bayang, makin dikejar makin lari. Ini tantangan berat bagi pihak berwenang, tetapi bukan berarti perang terhadap narkoba bisa berhenti.

Oleh Illa Kartila
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013