Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antar-bank Jakarta, Selasa pagi, melemah 18 poin menjadi Rp.9088/9.095 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya Rp9.070/9.075. "Aksi ambil untung merupakan faktor utama yang menekan rupiah terkoreksi sehingga dolar AS menguat, meski mata uang asing itu terhadap mata uang utama Asia melemah," kata Analis Valas PT Bank Saudara, Yusuf, di Jakarta, Selasa. Ia mengatakan aksi lepas rupiah mendominasi pasar saat ini meski volumenya masih relatif kecil, karena mereka hati-hati untuk membeli dolar di pasar lokal, setelah di pasar global, dolar AS mendapat tekanan pasar. "Para pelaku lokal terlihat hati-hati untuk melepas rupiah dan membeli dolar AS, karena belum ada faktor positip yang mendukung mereka untuk membeli dolar AS," katanya. Jadi aksi ambil untung oleh pelaku lokal merupakan alasan utama yang menekan rupiah melemah, ujarnya. Rupiah, lanjutnya, diperkirakan akan bisa menembus level atau minimal mendekati Rp9.000 per dolar AS, apalagi di pasar global mata uang asing itu melemah, setelah ada perkiraan bahwa bank sentral AS akan menahan diri tidak menaikkan suku bunganya lagi. "Perkiraan terhadap suku bunga The Fed itu semakin kuat dengan akan adanya pertemuan bank sentral itu pada 8 Agustus nanti," katanya. Menurut dia, apabila the Fed tidak jadi menaikkan suku bunganya, rupiah seharusnya bisa menguat lagi, namun hal ini justru terbalik rupiah bahkan merosot, meski penurunannya tidak besar. Hal ini disebabkan pelaku lokal lebih cenderung melepas rupiah ketimbang membeli lagi, meski sentimen positif pasar sangat mendukung rupiah untuk menguat lebih lanjut, katanya. Selain itu, pergerakan pasar saham Asia juga tidak menentu, seperti indeks Nikkei Jepang turun 0,24 persen, sedangkan indeks SP/ASX 200, Australia naiki 0,24 persen, tambahnya. Dolar AS terhadap yen turun menjadi 114,60 dari sebelumnya 114,65, euro stabil pada 1.2760 dan terhadap yen turun jadi 146,30. Ia mengemukakan melihat kondisi pasar seperti itu rupiah masih berpeluang untuk menguat, apabila pada penutupan pasar nanti muncul isu positif dari pasar internal seperti Obligasi Negara Ritel Indonesia (ORI) yang ditawarkan kepada individu. Penawaran obligasi ritel Indonesia itu diharapkan akan mendorong individu lokal aktif membelinya, karena dengan makin banyak investor lokal membelinya, maka rupiah diperkirakan akan semakin kuat, katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006