Jakarta, 21/8 (ANTARA) - Setelah pencanangan dan kesepakatan Coral Triangle Initiative-Coral Reefs, Fisheries and Food Security (CTI-CFF), disadari bahwa tidak semua bentuk aksi dari Regional Plan of Action (RPOA) yang sudah ditetapkan dapat dilaksanakan sesuai target dan dalam waktu bersamaan. Hal ini menjadi dasar akan perlunya melaksanakan Regional Priority Workshop (RPW). Forum internasional yang diselenggarakan tanggal 20 sampai 22 Agustus 2013 di Manado ini merupakan forum penting untuk membahas dan menyetujui tujuan, target dan aksi (goal, target dan action) yang telah diprioritaskan guna tercapai dan terlaksananya ragam kegiatan RPOA dalam kurun waktu 3 tahun. Forum ini juga bentuk komitmen Indonesia dalam memperkuat kerjasama regional untuk mendukung ketahanan pangan. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo dalam forum The 2nd Regional Priority Workshop (RPW II) Of Coral Triangle Initiative For Coral Reefs, Fisheries and Food Security (CTI-CFF) di Manado, Provinsi Sulawesi Utara, (Rabu, 21/08).

     Sharif menjelaskan, RPW pertama sekali diselenggarakan pada tahun 2010 di Jakarta, dimana telah berhasil menetapkan 9 kegiatan prioritas dari 37 kegiatan yang terdapat dalam RPOA. Sejak itu, dokumen hasil dari RPW pertama telah dijadikan dokumen perencanaan dan pelaksanaan kesembilan aksi prioritas tersebut.  RPW-2 bertujuan untuk melaporkan dan mengkaji kemajuan yang telah terwujud sepanjang proses pelaksanaan sembilan (9) kegiatan regional dan nasional prioritas yang telah ditetapkan pada tahun 2010 termasuk di dalamnya proyek-proyek regional dan bilateral yang sudah berjalan. RPW-2 juga akan membahas prioritas untuk  3 tahun mendatang berdasarkan kesenjangan yang ditemukan dalam pelaksanaan kegiatan prioritas selama ini dan kemungkinan pengembangan prioritas baru. "Dengan cakupan kegiatan tersebut, RPW-2 diharapkan dapat merumuskan cakupan, rencana pelaksanaan dan tim yang akan mengeksekusi Kegiatan Prioritas Regional baru yang disepakati nanti," ujarnya.

     Dari tiga tahun pelaksanaan hasil RPW pertama, beberapa aksi prioritas utama telah menunjukkan kemajuan dan merekam berbagai pencapaian yang progresif di tingkat nasional dan regional dalam pencapaian tujuan RPOA dan NPOA. Di antaranya, Pertama, tentang pengelolaan bentang laut. Indonesia melaksanakan serangkaian karakterisasi ilmiah untuk mengidentifikasi dan menggambarkan bentang laut dengan isu lintas batas potensial. Kedua, tentang pengelolaan perikanan berbasis ekosistem, ditempuh Indonesia bersama negara lain dengan menyepakati resolusi perdagangan ikan karang hidup untuk konsumsi (Live Reef Fish Food Trade) yang mendorong terciptanya pola perdagangan yang lebih adil dan menguntungkan bagi pelaku usaha serta kelestarian sumberdaya di Kawasan Segitiga Karang.

     Ketiga, membangun dan memperkuat pengelolaan kawasan perlindungan laut. Indonesia telah memiliki Kawasan Konservasi Perairan (KKP) seluas 15,5 juta hektar dari target komitmen 20 juta ha pada tahun 2020. Saat ini sedang dilakukan penetapan kelembagaan dan penyusunan rencana pengelolaan menuju pengelolaan yang efektif. "Untuk menilai efektifitas pengelolaan kawasan konservasi, Indonesia telah menetapkan alat berupa Pedoman Teknis Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (E-KKP3K) serta peraturan tentang Standar Kompetensi Khusus untuk pelatihan konservasi," tambahnya.

     Selanjutnya, adaptasi perubahan iklim. Indonesia telah menyusun draft untuk Penilaian Kerentanan Kawasan Pesisir terhadap Perubahan Iklim serta Modul Pelatihan untuk Mitigasi Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim. Sedangkan yang terakhir, perlindungan terhadap spesies yang terancam punah. Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. PER.03/MEN/2010 tentang Perlindungan Hiu serta Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 37 Tahun 2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Terbatas Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) yang mengatur larangan pemanfaatan ikan napoleon yang berukuran 100 gram – 1000 gram dan berukuran di atas 3000 gram. "Selain itu, kita juga telah berhasil menginisiasi langkah-langkah untuk keterlibatan sektor swasta dengan penyelenggaraan Regional Business Forum (RBF)," katanya.

     Pemerintah Indonesia juga tengah melanjutkan program the Coral Reef Rehabilitation and Management Program – Coral Triangle Initiative (COREMAP – CTI) yang bertujuan untuk memperkuat kapasitas lembaga dalam konservasi dan pengelolaan ekosistem terumbu karang dan sumber terkait lainnya secara berkelanjutan melalui peningkatan tata kelola dan kapasitas hukum. “Saya berharap agar dalam RPW II telah ada ketegasan komitmen mitra (development partners) serta sekaligus menjaring mitra-mitra baru yang siap mendukung tujuan CTI-CFF melalui asistensi dan dukungan untuk kegiatan prioritas,” tambahnya.

     Hasil dari RPW II di samping menjadi panduan bagi Negara anggota CTI, juga berfungsi sebagai acuan bagi Sekretariat Regional Interim dalam menjalankan fungsi kesekretariatan dan koordinasi menjelang terbentuknya sekretariat yang permanen. Bagi mitra, hasil RPW akan lebih memfokuskan pola, jenis dan besar bantuan untuk menjalankan amanat RPOA. "Tahun 2013 ini merupakan tahun yang sangat penting dalam menjaga momentum CTI-CFF. Atas nama Pemerintah Indonesia kami berharap agar keberadaan Sekretariat Regional bisa terwujud sejalan dengan operasional gedung Sekretariat yang telah dibangun sebagai komitmen Pemerintah Indonesia. Untuk itu, saya sangat mengharapkan agar persyaratan kelengkapan pendirian Sekretariat Regional seperti penandatanganan dokumen perjanjian dan ratifikasinya bisa bisa segera terlaksana,“ tutupnya.

     Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Anang Noegroho, Plt. Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP. 0811806244)

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2013