Kuidaore aslinya menghabiskan semua uang untuk makan. Itu menunjukkan sejarah panjang kecintaan orang-orang Osaka pada makanan lezat
Jakarta (ANTARA News) - Osaka tak hanya punya istana megah bertaman luas yang merupakan simbol kejayaan Hideyoshi Toyotomi (1536-1598), pemimpin pada era Sengoku yang disebut sebagai salah satu pemersatu Jepang.

Kota di daerah Kansai ini sejak dulu disebut Tenka no Daidokoro atau Dapur Negeri karena memiliki aneka makanan lezat dari berbagai penjuru negeri Jepang.

Osaka disebut-sebut memiliki jutaan jenis makanan yang dibuat dari berbagai jenis bahan dengan beragam teknik memasak.

Sekarang pun, restoran yang menyajikan aneka jenis makanan, dari yang paling murah hingga paling mahal, yang berasal dari dalam sampai luar negeri Jepang, bertebaran di kota ini.

Dotonbori di Minami Area adalah salah satu kawasan tempat makan yang terkenal di kalangan turis.

Laman panduan wisata Osaka menyebutnya sebagai Makkah bagi budaya makan Osaka yang disebut kuidaore, yang secara harfiah berarti makan sepuasnya sampai habis-habisan.

Kawasan Dotonbori penuh dengan deretan kedai makan dan restoran yang menyajikan aneka makanan khas Jepang, dan beberapa negara seperti India dan Korea.

Pagi sampai siang hari kawasan ini tidak terlalu ramai karena kebanyakan restoran dan kedai makan belum buka.

Tapi saat petang menjelang pengunjung mengaliri jalan-jalan di pusat kuliner, belanja dan hiburan yang membentang paralel dengan kanal Dotonbori.

Malam hari ratusan lampu neon menemani pengunjung menikmati malam sambil mencicipi aneka makanan di kedai dan restoran dengan macam-macam penanda seperti kepiting, gurita, dan kepala sapi berukuran besar.

Tinggal pilih, mau makan apa: sushi, sashimi, teriyaki, sukiyaki, okonomiyaki, yakiniku, shabu-shabu? Atau kudapan seperti takoyaki, korokke (semacam kroket), dan yakitori--semacam sate dari macam-macam bagian tubuh ayam.

Makanan berbasis mi seperti soba, udon dan ramen juga banyak. Demikian pula yang berunsur pokok nasi seperti onigiri (nasi kepal), omu-raisu (nasi telur), kare-raisu (nasi kare), katsu-don, ten-don (nasi-tempura) atau bento--set makanan yang terdiri atas nasi dan beberapa jenis lauk.

Pilih pula mau makan di mana, kedai, restoran biasa, atau restoran eksklusif dengan desain tradisional.  Sesuaikan saja dengan isi kantong.

Harga makanan di kedai dan restoran kebanyakan bervariasi antara 350 yen sampai 1.000 yen lebih per porsi.

Sementara restoran-restoran eksklusif, seperti yang menyajikan menu kepiting dan makanan laut lain, bisa memasang tarif sampai ribuan yen.

Sebagian restoran di kawasan ini memasang mock up makanan yang mereka jual beserta harganya atau memasang papan informasi menu makanan dan harga.

Deretan tempat makan dan mengudap juga ada di kawasan Shinsekai, yang memiliki Menara Tsutenkaku, menara dengan tinggi 103 meter yang pertama dibangun tahun 1912.

Malam hari deretan restoran dan kedai dengan beragam desain dan hiasan lampu menghidupkan daerah Shinsekai, tak jauh dari Stasiun Shin-Imamiya dan Stasiun Dobutsuen-mae.
 
Daerah ini tidak seramai Dotonbori. Jalanan yang membelah deretan kedai yang menawarkan berbagai jenis menu makanan khas Jepang di daerah itu hanya dilintasi beberapa kelompok orang berjas hitam, 23 Mei lalu.

Namun beberapa restoran dan tempat nongkrong tampak penuh dengan orang-orang yang menikmati makanan sambil mengobrol.

Selain Dotonbori dan Shinsekai, kawasan belanja Tenjinbashi-suji juga memiliki banyak tempat makan dan toko kue, termasuk toko yang menjual kue-kue kering khas Jepang.

Tak jauh dari Kuil Tenmangu, yang dibangun pada abad ke-10, macam-macam toko, restoran, kedai makan dan kafe berjajar di jalan sepanjang dua kilometer lebih yang membelah kawasan itu.

Selain di kawasan belanja dan kuliner, restoran, kedai makan, toko jajanan juga tidak terlalu sulit dicari di kota ini.
 
Pusat belanja dan toserba biasanya menjual macam-macam makanan siap saji, atau setidaknya aneka sushi, onigiri dan macam-macam kue, termasuk dorayaki.


Kaiseki-ryori

Bagi orang Jepang, makanan bukan hanya soal rasa dan manfaat, tapi juga keindahan. Setidaknya demikian menurut dua warga Osaka, Misako Yamamoto dan Yoko Yonetani.

"Kami senang menikmati makanan yang indah, makan dengan gaya," kata Yoko, yang tinggal berdua dengan suaminya di Higashinari-ku, tak jauh dari stasiun kereta bawah tanah Imazato.

Sesekali Yoko dan Misako menikmati makanan-makanan yang tersaji indah bersama kawan-kawan mereka di Rakutaian, restoran yang menyediakan menu kaiseki-- makanan yang dibuat dengan seni memasak yang merupakan bagian dari upacara minum teh (sado)--.

Di restoran yang ada di lantai 21 gedung OMM di Otemae, tak jauh dari Stasiun Temmabashi di Chuo-ku tersebut, mereka biasanya memesan tempat duduk paling strategis, yang membuat mereka bisa memandang Osaka Castle (Osaka-jo) dan Sungai Ookawa.

Dengan tarif rata-rata 8.000 yen dan 3.500 yen untuk makan siang, mereka bisa menikmati menu makanan pembuka hingga penutup indah yang disajikan oleh pramusaji berkimono.

Menu kaiseki untuk makan siang antara lain meliputi teh hijau hangat (ocha), beberapa jenis makanan pembuka, sashimi dan beberapa sayuran mentah, hashiarai (delicate soup), tempura, nasi yang disajikan bersama shiru (sup miso) dan mukozuke (makanan sampingan yang biasanya terdiri atas makanan laut mentah), serta matcha (es krim rasa teh hijau).

Kaiseki punya etiket khusus bagi tuan rumah dan tamu. Tata krama sangat penting dalam menikmati menu makanan Jepang jenis ini.


Makanan rumah

Misako dan Yoko menekankan bahwa meski sangat suka makan dan dikenal dengan budaya kuidaore-nya, kebanyakan orang Osaka tetap rasional.

"Kuidaore aslinya menghabiskan semua uang untuk makan. Itu menunjukkan sejarah panjang kecintaan orang-orang Osaka pada makanan lezat," kata Misako.

"Tapi orang Osaka selalu menikmati makanan enak dengan harga rasional, jadi kami tidak akan kehilangan semua uang," tambah dia.

Orang-orang Osaka, lanjut dia, sehari-hari biasa menikmati masakan buatan rumah dan makan bersama keluarga di rumah.

"Sehari-hari kami memasak dan makan di rumah, hanya sesekali saja makan di luar," kata Misako, yang tinggal tak jauh dari rumah Yoko.

"Tapi memang banyak pekerja kantor, khususnya laki-laki, yang menikmati makan-makan dan minum-minum setelah kerja. Kadang untuk keperluan bisnis, kadang hanya untuk berkumpul bersama rekan kerja," katanya.

Menurut Misako, salah satu makanan khas yang biasa dinikmati orang-orang Osaka adalah okonomiyaki.

Di rumah mereka yang bergaya tradisional Jepang, suami Yoko, Koji Yonetani, membuat okonomiyaki untuk makan malam Misako dan kawan-kawannya.

Setelah memainkan lagu Rokudan dengan alat musik petik tradisional Jepang yang disebut koto, Yoko membantu Koji menyiapkan pan untuk menggoreng dan bahan-bahan untuk membuat okonomiyaki: adonan tepung terigu cair, irisan kol dan daun bawang, potongan gurita, konyaku, telur, mie basah, garam dan bubuk rumput laut.

Koji menumpahkan adonan tepung terigu cair ke wajan panas yang sudah diolesi dengan minyak goreng, lalu menata irisan kol dan daun bawang di atasnya, menambahkan irisan gurita dan udang dan konyaku ke atasnya lalu menekan-nekannya dengan spatula.

Ia lantas menata mie basah di sampingnya, membolak-baliknya beberapa kali, lalu menaruhnya di atas tumpukan adonan pertama.

Setelah itu dia memecahkan dua telur di samping dadaran pertama, lantas menaruh dadar pertama ke pecahan telur dan membolak-balik dadar itu sampai yakin keseluruhan dadar sudah matang sempurna.

Dadar yang penuh dengan isi itu disajikan dengan saus okonomiyaki, yang rasanya seperti campuran kecap dan saus tiram kental.

Koji dan Yoko tak berhenti sampai di situ. Mereka melanjutkan aktivitas memasak dengan membuat ikayaki, tepung isi irisan cumi yang digoreng pada wajan datar dengan sedikit minyak lalu ditekan-tekan dengan alat penekan berdasar persegi yang terbuat dari besi.

Usai menyuguhkan okonomiyaki dan ikayaki, yang membuat perut tamu-tamu mereka penuh, Yoko dan Koji mengeluarkan alat dan bahan pembuat takoyaki.

Mereka mengajak dua tamu Indonesia mereka mencoba membuat takoyaki, gorengan tepung campur air, irisan kol, daun bawang, irisan gurita, dan serpihan gorengan tepung terigu.  

Jamuan makan itu berakhir dengan sajian buah strawberry segar dan acara minum teh bersama ala Jepang.

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2013