Saya justru melihat kerusuhan lapas tengah menjadi tren, karena tidak hanya di Indonesia tetapi di luar negeri kerusuhan juga terjadi.
Semarang (ANTARA News) - Kerusuhan di lembaga pemasyarakatan (lapas) kembali terulang dan dampak yang ditimbulkan tidak hanya bangunan dan dokumen penting yang hancur dibakar, juga banyak narapidana melarikan diri.

Bahkan di beberapa kasus kerusuhan lapas juga menelan korban jiwa, baik korban narapidana maupun petugas lapas

Sejumlah analisis menyebutkan kerusuhan tersebut karena alasan daya tampung lapas yang berlebih dan bukan karena perilaku impulsif atau spontan para napi.

Alasan lain yang perlu diwaspadai adalah kerusuhan lapas merupakan api dalam sekam karena lemahnya pengawasan ditambah sudah adanya perencanaan untuk melakukan kerusuhan, sehingga hal tersebut harus diwaspadai karena bisa kapan saja meledak dengan dampak yang lebih besar.


Rusuh di Berbagai Penjara

Kerusuhan dan pembakaran di Lapas Kelas II A Labuhan Ruku, Batubara, Sumatera Utara yang terjadi pada Minggu (18/8) sekitar pukul 17.00 WIB merupakan kerusuhan kelima yang terjadi di lapas di seluruh nusantara sejak Januari 2013.

Akibat kejadian tersebut, sebagian bangunan lapas yang terletak di Desa Paham, Kecamatan Talawi, Kabupaten Batubara habis terbakar dan beberapa narapidana kabur melarikan diri.

Data menunjukkan bahwa daya tampung Lapas Labuhan Ruku maksimal untuk 300 narapidana, namun saat kejadian kerusuhan dihuni oleh 867 narapidana.

Lapas Labuhan Ruku sudah melebihi kapasitas, hampir 3 kali lipat dari kapasitas daya tampung.

Sebulan sebelumnya, tepatnya pada 17 Juli 2013, kerusuhan juga terjadi di Rumah Tahanan (Rutan) Batam dan kejadian tersebut menyebabkan beberapa narapidana kabur dan sejumlah bangunan rutan dirusak.

Masih di bulan Juli 2013, yakni pada tanggal 11, kerusuhan besar melanda Lapas Tanjung Gusta Medan dan yang menyebabkan lima sipir tewas, 211 narapidana kabur, serta bangunan lapas dan dokumen penting dibakar.

Pada 21 Februari Lapas Krobokan Bali juga terjadi kerusuhan dan sejumlah bangunan dibakar; dan pada 21 Januari di Lapas Salemba Jakarta juga terjadi baku pukul narapidana antarblok.

Rentetan kerusuhan yang melanda lapas sejak Januari hingga Agustus 2013 bagi Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah, Suwarso, merupakan pelajaran untuk lebih meningkatkan kewaspadaan meskipun dalam sejarah di Jawa Tengah tidak pernah terjadi kerusuhan seperti di Labuhan Ruku maupun Tanjung Gusta.

Kerusuhan di lapas menurut Suwarso, rentan terjadi dengan beragam alasan di antaranya karena berlebihnya kapasitas; keterbatasan petugas, sarana, dan prasarana termasuk teknologi; serta emosi dari narapidana yang tidak dapat diprediksi.

Sebagai minimatur beragamnya permasalahan di masyarakat, para narapidana dapat saja memiliki tingkat stres dan temperamental yang tinggi sehingga dapat menjadi salah satu pemicu kerusuhan.

"Namanya juga lapas yang merupakan tempat berkumpul narapidana dan kapan saja bisa terjadi kerusuhan. Temperamental dan stres tinggi karena bertahun-tahun dipenjara misalnya," katanya.

Atas dasar sejumlah kemungkinan yang mungkin terjadi tersebut, pihaknya juga memetakan sejumlah kemungkinan dan antisipasi yang perlu dilakukan.

Terkait dengan kelebihan kapasitas, Suwarno menyebutkan jumlah rutan dan lapas di wilayah Jawa Tengah terdapat 44 buah dengan total penghuninya sekitar 11 ribuan orang.

Ia mencontohkan di Lapas Kedungpane Semarang yang berkapasitas 500 hingga 600 narapidana, tetapi diisi lebih 1.000 narapidana. Rumah tahanan di Kabupaten Boyolali dengan delapan ruangan tahanan berkapasitas 87 penghuni, tetapi dihuni 113 orang.

Meskipun lapas dan rutan di Jateng sebagian besar melampaui kapasitas standar, Suwarno mengaku, Jateng justru menjadi daerah kiriman dari sejumlah wilayah dengan lapas melampaui kapasitas seperti Jakarta dan Medan .

Sementara keterbatasan petugas pengamanan terlihat dari tidak berbanding lurusnya antara jumlah petugas dengan jumlah penghuni lapas maupun rutan, seperti di Lapas Kedungpane Semarang terdapat 1.061 narapidana, sedangkan jumlah petugas keamanan sebanyak 13 orang setiap giliran tugas.

Lapas di Nusakambangan dengan penghuni rata-rata 300 hingga 500 narapidana juga hanya dijaga empat petugas setiap giliran jaga atau masih jauh dari standar.


Perlunya Solusi

Menghadapi permasalahan berlebihnya kapasitas lapas dan rutan tersebut, Kanwil Kemenkumham Jateng meningkatkan kerjasama pengamanan dengan kepolisian dan TNI.

Tidak hanya pengamanan, tambah Suwarno, pembinaan terhadap para narapidana yang sudah menjadi tugas rutin juga menjadi lebih ditingkatkan dan latihan pengamanan bersama antara petugas lapas dengan TNI.

Latihan pengamanan dengan TNI, lanjut Suwarno, sudah rutin dilaksanakan di Lapas Ambarawa.

Selain dengan Polres dan Kodim, kerja sama juga dilakukan dengan satuan tempur TNI yang berada di daerah setempat seperti Bataliyon.

Solusi terhadap sejumlah kerusuhan lapas tersebut bagi pakar hukum pidana Universitas Diponegoro Semarang, Prof Nyoman Sarikat Putrajaya, menjadi sangat penting karena kejadian serupa dapat saja terulang kembali.

"Saya justru melihat kerusuhan lapas tengah menjadi tren, karena tidak hanya di Indonesia tetapi di luar negeri kerusuhan juga terjadi," katanya.

Permasalahan tersebut, menurut Nyoman, harus segera diantisipasi dan diwaspadai dengan beragam upaya di antaranya mengatasi permasalahan klasik penyebab terjadinya kerusuhan.

Salah satu permasalahan penyebab terjadinya kerusuhan yakni kelebihan kapasitas karena berdampak perhatian petugas terhadap warga binaan menjadi bertambah.

Terkait usulan lapas diserahkan ke swasta, Nyoman menyatakan tidak sepakat karena anggaran yang diperlukan pasti lebih tinggi, sudah tepat ditangani oleh pemerintah.

Permasalahan over kapasitas, menurut Nyoman, dapat diatasi dengan menambah gedung baru karena banyak lapas yang merupakan bangunan lama dan berada di tengah kota.

"Pemilihan lokasi lapas di daerah pinggiran perlu menjadi pertimbangan karena tingkat pengawasan akan lebih optimal, berbeda dengan lapas yang berada di tengah kota dengan mobilitas lingkungan sekitarnya yang sangat tinggi dan lebih mudah untuk melarikan diri," kata Nyoman.

Kota Semarang menjadi salah satu daerah yang sudah tepat mengalihkan lapas dari yang semula berada di Jalan dr. Cipto dipindahkan ke Kedungpane dan langkah tersebut harus diikuti daerah lain yang saat ini lapas atau rutannya masih berada di tengah kota.

Selain lebih maksimal dalam pengawasan, lapas atau rutan yang berada di daerah pinggiran untuk penambahan gedung serta perluasan sangat lebih memungkinkan dilakukan, berbeda jika berada di tengah kota.

Solusi lain untuk mengantisipasi kerusuhan lapas, tambah Nyoman, yakni perlunya peninjauan ulang terhadap sistem dan pola pendekatan terhadap para warga binaan.

Menurut Nyoman, sumber daya manusia atau petugas lapas harus dievaluasi dalam melakukan pendekatan terhadap warga binaan.

"Perlu diteliti lebih jauh karena bisa jadi permasalahan dipicu karena ketidakpuasan para narapidana terhadap perlakuan yang mereka terima," katanya.

Para petugas juga perlu dibekali pengetahuan cara yang tepat menghadapi warga binaan yang notabene orang yang menyimpang dari kelakuan di masyarakat.

Resep-resep diatas menjadi ikhtiar untuk meminimalisir potensi kerusuhan di lapas yang telah banyak menelan korban jiwa dan hancurnya fasilitas lapas, juga yang tidak kalah pentingnya adalah tercabiknya rasa aman dan memuncukan rasa takut yang menghantui masyarakat akibat rusuh lapas selama ini.

Oleh Nur Istibsaroh
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013