Medan (ANTARA News) - Ratusan kapal pukat grandong atau boat gandeng dua mengganas menangkap ikan di beberapa daerah di wilayah perairan Sumatera Utara, sehingga nelayan kecil menjerit dan kurang memperoleh hasil tangkapan di laut.

"Pukat grandong yang merajalela mengambil ikan tersebut, berada di perairan Belawan, Tanjung Balai, Asahan, Batubara dan beberapa daerah lainnya," kata Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumut, Ihya Ulumuddin di Medan, Rabu.

Pukat grandong yang merugikan nelayan kecil tersebut, menurut dia, diharapkan harus secepatnya diselesaikan oleh Pemerintah Kabupaten/kota masing-masing, sehingga permasalahan tersebut tidak semakin meluas.

"Sehingga pukat grandong dan nelayan tradisional itu tidak terus bertengkar mengenai wilayah atau `zona` tangkapan di perairan Sumut," ujarnya.

Ulumuddin menyebutkan, pukat grandong tidak dibenarkan beroperasi di perairan Sumut, karena dianggap ilegal dan tidak memiliki izin yang dikeluarkan oleh pemerintah.

"Pemerintah harus menertibkan kapal pukat grandong yang masih berkeliaran tersebut, karena bukan hanya merugikan negara, tetapi juga mengancam perekonomian dan kehidupan nelayan kecil," ucap dia.

Dia menambahkan, dalam menertibkan kapal pukat grandong yang beroperasi siang dan malam, harus minta bantuan petugas Keamanan Laut (Kamla) dan petugas Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP).

"Kapal pukat grandong tersebut harus ditangkap dan jangan dibiarkan mengambil ikan di perairan Sumut," kata Ulumuddin.

Sebelumnya, puluhan kapal pukat grandong masih terus kelihatan mengganas menangkap ikan di perairan Batubara, sehingga nelayan tradisional yang menggunakan jaring kecil dan alat pancing kesulitan untuk mendapatkan ikan.

Alat tangkap pukat grandong milik kapal modern itu, tidak hanya menguras segala jenis ikan yang terdapat di laut, tetapi juga memasuki kawasan daerah tangkapan nelayan kecil.

Zona wilayah tangkapan nelayan tradisional yang hanya berapa mil jaraknya dari pinggir pantai di Kabupaten Batubara, yakni di perairan Tanjung Tiram. (*)

Pewarta: Munawar Mandailing
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013