Jakarta (ANTARA News) - Pameran CAEXPO (China Asean Expo) ke-10 di Nanning, ibukota Propinsi Guangxi, China, untuk mempromosikan perdagangan dan investasi negara-negara Asean dan China, yang berlangsung selama empat hari telah ditutup Jumat sore.

Dari laporan pandangan mata, produk furniture, handicraft, batu alam, batik, produk fashion seperti tas kulit ular, terjual habis. Beberapa booth furniture tampak kosong menjelang penutupan Jumat sore (6/9).

Beberapa kurir tampak sibuk melakukan pengemasan perabot furniture besar-besar seperti meja, lemari, kursi dan juga pendopo dari kayu jati yang juga terjual ludes.

"Alhamdulillah, sebagian besar pengusaha UKM panen penjualan pada CAEXPO kali ini. Banyak produk furniture, kerajinan tangan, produk batik yang terjual habis. Bahkan, ada pengusaha furniture yang mendapat pesanan 100 unit lemari kayu jati dari pengusaha China," kata Pradnyawati, Direktur Promosi dan Pencitraan Kemendag, sekaligus Ketua Panitia Paviliun Indonesia di CAEXPO.

Seorang pengusaha UKM Banteng, Nelty Fariza, yang menjual batik motif Tangerang Selatan mengemukakan mendapat pesanan batik dari pengusaha Beijing dan Myanmar.

"Batik motif Banten mengakomodasi budaya etnis China Benteng yang tinggal di Tangerang jadi bisa diterima masyarakat China," katanya.

Indonesia pada pameran CAEXPO kali ini membawa 97 perusahaan dengan 120 peserta (booth), termasuk 12 booth produk kopi luwak, dan Yogyakarta sebagai wakil kota pesona di CAEXPO ke-10 ini.

Gajah lawan Semut
Pameran CAEXPO yang setiap tahun diselenggarakan di kota Nanning merupakan realisasi dari kesepakatan pertemuan Asean-China mengenai liberalisasi perdagangan, jasa dan investasi, terutama bertujuan bagaimana pasar China menyerap lebih banyak produk negara-negara Asean.

Namun dalam pameran CAEXPO ke-10 yang diperingati secara besar-besaran dan dibuka langsung oleh PM China Li Keqiang serta dihadiri 10 kepala pemerintahan Asean, sebenarnya merupakan pameran antara gajah melawan semut.

Mengapa begitu? Berdasarkan laporan pandangan mata, hampir semua negara Asean mempromosikan produk makanan dan minuman, furniture, handicraft dan fashion etnis seperti batik atau kain bordir.

Jadi sesama negara Asean hampir mempromosikan dan memperdagangkan produk yang hampir sama dan bersaing antar mereka untuk masuk ke pasar China, kecuali Singapura yang tidak punya produk unggulan kecuali jasa dan kota perdagangan. Begitu juga dengan Brunei Darussalam.

Singapura dan Brunei juga kesulitan menampilkan kota pesona karena dia merupakan negara kota, dan tidak punya propinsi atau negara bagian. Dalam CAEXPO hanya Singapura dan Brunei Darussalam yang tidak memiliki paviliun besar di CAEXPO, seperti negera Asean lainnya.

Sebaliknya, China mempromosikan dan memperdagangkan produk-produk teknologi canggih seperti produk telepon genggam dan hardisk, eletronik, alat-alat berat untuk kontruksi, bus dan mobil, hingga mesin pembangkit energi dan energi terbarukan.

Untuk memamerkan produk-produk teknologi China, mereka menyewa enam paviliun, belum lagi di halaman depan lokasi expo dipamerkan produk alat berat seperti traktor, forklift, truk besar, bus, dan mobil. Walaupun ada booth kecil yang menjual teh China dan sampagne tapi di luar paviliunnya.

Banyak peserta pameran yang bergumam, semua produk negara Asean terjual habis, sudah terbayar jika China cukup menjual beberapa bus atau alat beratnya ke negara Asean.

Para pengusaha furniture Indonesia pun lebih memanfaatkan CAEXPO untuk penjualan ritelnya. Mereka tidak memanfaatkan pameran ini untuk perbandingan teknologi produksi China.

Misalkan propinsi Guangxi, memamerkan mesin ukiran kayu untuk furniture produksi Ruijie. Mesin itu dapat membuat ukiran kayu asalkan detil ukiran sudah masuk dalam program komputer. Dalam waktu beberapa jam saja, produk furniture sudah siap, sementara para pengukir furniture Indonesia perlu waktu beberapa hari untuk suatu produk karena masih mengandalkan kerja tangan manusia.

Tak heran banyak pengunjung booth furniture Indonesia mengambil foto ukiran sedemikian detil. Suatu hari, jangan kaget jika produk furniture ukiran dari China menyerbu pasar Indonesia.

China memang mempromosikan besar-besaran kemampuan produksinya pada expo tahun ini sekaligus merayakan 10 tahun CAEXPO.

Walaupun terjadi jurang lebar pada CAEXPO antara produk Asean dengan China, namun tepat juga apa yang dikatakan Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Gusmardi Bustami. "Pameran ini even yang bagus untuk para pengusaha Asean dan China untuk saling bertemu, komunikasi dan memanfaatkan peluang bisnis," katanya.

Sayang, para pengusaha UKM Indonesia yang barangnya ludes terjual di CAEXPO kemudian pulang dengan memborong produk-produk murah China ke Indonesia.

Mereka kurang memanfaatkan pameran ini untuk mengintip teknologi produksi China. Tidak melakukan pertemuan bisnis dengan asosiasi pengusaha di sana. Juga tidak melihat salah satu pabrik di China sebagai perbandingan dan persiapan untuk mengantisipasi perdagangan bebas.

CAEXPO merupakan realisasi kesepakatan antara Asean - China mengenai liberalisasi perdagangan. Pada pertemuan tingkat tinggi antara Asean - China ke-7 di Bali 2003, China mengusulkan perlu diadakannya pameran perdagangan, jasa dan investasi di Nanning, ibukota Guangxi, China.

Pameran ini untuk menjawab kegelisahan negara-negara Asean atas serbuan produk China. CAEXPO yang diadakan setiap tahun di Nanning bertujuan untuk lebih menyerap produk negara Asean ke pasar China. Di sisi lain, China memilih Nanning ibukota Guangxi, daerah Selatan, berbatasan langsung dengan Vietnam dengan tujuan memajukan pembangunan ekonomi mereka di daerah Selatan.

Oleh Adi Lazuardi
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013