Forum ini sebagai upaya mengendalikan pencemaran udara dan reduksi gas rumah kaca, sehingga diperlukan pengembangan mengenai kebijakan yang terkait bahan bakar bersih dan teknologi kendaraan bermotor ramah lingkungan,"
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) selenggarakan forum diskusi multi-stakeholders guna membahas Kebijakan Ekonomi Bahan Bakar yang mendukung upaya pengendalian pencemaran udara dan perubahan iklim.

"Forum ini sebagai upaya mengendalikan pencemaran udara dan reduksi gas rumah kaca, sehingga diperlukan pengembangan mengenai kebijakan yang terkait bahan bakar bersih dan teknologi kendaraan bermotor ramah lingkungan," kata Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan KLH Karliansyah dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis.

Karliansyah menyampaikan KLH bekerjasama dengan Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (US-EPA) telah menyusun kajian Analisa Manfaat Biaya pada Kebijakan Bahan Bakar Ekonomi (Cost Benefit Analysis on Fuel Economy Initiative) Tahun 2012.

"Berdasarkan kajian tersebut diketahui bahwa biaya kesehatan yang timbul akibat pencemaran udara sangat tinggi," ungkapnya.

Hal itu, kata dia, akan menyebabkan menurunnya produktivitas dan kualitas hidup yang disebabkan penyakit yang bersumber dari pencemaran udara, dan pada gilirannya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi nasional.

Ia memaparkan, pada 2010, sebanyak 57,8 persen warga Jakarta menderita beragam penyakit yang terkait pencemaran udara, misalnya asma, bronkopneumonia, penyakit paru obstruktif kronis atau COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) yang mengakibatkan pengeluaran biaya kesehatan mencapai Rp38,5 triliun.

"Jika kita tidak segera melakukan upaya konkret, pencemaran udara di DKI Jakarta pada 2030 akan meningkat empat kali lipat untuk zat seperti karbonmonoksida (CO) serta tujuh kali untuk ozon (O3) dan gas nitrat (NO3)," ujarnya.

"Demikian juga dengan gas rumah kaca (GRK) dalam hal ini karbondioksida (CO2) akan meningkat tiga kali lipat dengan `base-line` 2010," lanjutnya.

Oleh karena itu, kata Karliansyah, kebijakan baru perlu disusun melalui analisa berbasis ilmu pengetahuan, yakni Analisa Manfaat Biaya dan Efektivitas Biaya (Cost Benefit Analysis and Cost Effectiveness).

"Sembilan kebijakan berhasil diformulasikan dan dievaluasi berdasarkan perbandingan estimasi biaya dan manfaat yang diproyeksikan dengan kebijakan yang menghasilkan manfaat tertinggi dan biaya per unit terendah," katanya.

Kesembilan kebijakan yang direkomendasikan dan dievaluasi dalam penelitian, antara lain pengalihan pengguna kendaraan dan sepeda motor pribadi ke angkutan umum, penetapan efisiensi bahan bakar sebesar 10 persen mulai 2009, konversi penggunaan bahan bakar gas (CNG, LPG, LNG) setidaknya pada satu persen kendaraan penumpang dan bus pada 2009, dua persen pada 2011, dan lima persen pada 2021.

Dalam forum itu, Asisten Deputi Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Bergerak KLH Sulistyowati menyatakan Analisa Efektivitas Biaya dari kesembilan kebijakan menunjukkan bahwa konversi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG) untuk transportasi adalah cara yang paling efektif.

"Artinya kebijakan konversi BBG adalah yang paling murah di antara delapan kebijakan lainnya," katanya.
(Y012)

Pewarta: Yuni Arisandy
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013