Pekanbaru, (ANTARA News) - Selama dua dekade terakhir Provinsi Riau telah kehilangan tutupan hutan alam seluas 3 juta hektar lebih, dengan laju per tahun seluas 160.000 hektar kata Koordinator Jaringan Kerja Penyelamatan Hutan Riau (Jikalahari) Zulfahmi. Ia mengatakan di Pekanbaru, Senin, dari analisa citra satelit dan monitoring lapangan yang dilakukan Jikalahari memperlihatkan 3 juta hektare hutan alam yang hilang itu sejak tahun 1984/2005. "Khusus selama tahun 2005 Riau kehilangan hutan alam seluas 200.000 hektar. Jadi untuk Riau yang paling utama seharusnya gerakan penghentian eksploitasi/penebangan, karena tutupan hutan alam Riau yang tersisa hingga saat ini masih mencapai 30 persen luas darat Riau," ujarnya di Pekanbaru, Senin (7/8). Jika ditelusuri kebelakang, sebenarnya faktor-faktor penyebab deforestasi hutan di Riau setidaknya disebabkan lima hal yaitu konversi hutan untuk perkebunan besar khususnya kelapa sawit, untuk Hutan Tanaman (HTI) sebagai bahan baku perusahaan pulp dan kertas, aktivitas pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH), illegal logging dan kebakaran hutan. Menurut dia, dari total kehilangan hutan sejak tahun 1984, hingga saat ini ancaman tertinggi penyebab kehilangan hutan di Riau yaitu keberadaan industri pupl dan kertas yang dikuasai dua perusahaan yakni PT. RAPP dan PT. IKPP. "Ini didasarkan fakta bahwa kedua industri tersebut masih membutuhkan bahan baku dari hutan alam sebesar 70 persen atau 10,8 juta meter kubik per tahun dari total kebutuhan 18 juta meter kubik per tahun," kata Zulfahmi. Ia mengatakan, masing-masing perusahaan membutuhkan bahan baku 9 juta meter kubik per tahun, hingga saat ini terdapat sedikitnya 750.000 hektar dari hutan alam yang tersisa juga telah dikuasai oleh group dua perusahaan itu. Ancaman kedua disebabkan oleh konversi untuk perkebunan kelapa sawit. Seluas 1,4 juta hektar areal perkebunan kelapa sawit di Riau saat ini berasal dari lahan hutan alam yang sudah dikonversi, dan saat ini sedikitnya 300 ribu hektar dari hutan alam yang tersisa akan dikonversi untuk perkebunan sawit. "Sebenarnya `illegal logging` dan kebakaran hutan yang kini sedang diributkan pemerintah merupakan dampak ikutan akibat keberadaan industri perkebunan sawit serta bubur kertas dan kertas. Jadi sekali lagi kami ingatkan pemerintah, bahwa untuk Provinsi Riau gGerakan yang seharusnya dilakukan adalah Gerakan Penghentian eksploitasi/penebangan untuk Perkebunan dan HTI bukan hanya Gerakan Menanam," katanya. Ia mengatakan, pencanangan Gerakan Indonesia Menanam yang dicanangkan Presiden Republik Indonesia, bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup 5 Juni 2006 lalu di istana negara, sepintas merupakan angin segar bagi upaya penyelamatan lingkungan hidup, khususnya hutan di Indonesia. Pesan dari gerakan ini mengisyaratkan bahwa kondisi hutan di Indonesia sudah dalam kondisi kritis, ini terlihat dari berbagai bencana ekologi seperti banjir, longsor, kekeringan, dan bencana kabut asap yang melanda hampir semua daerah di Indonesia. Gerakan ini juga mengisyaratkan sebuah paradigma baru yang ingin diciptkan pemerintah melalui kesadaran untuk menanami lahan-lahan yang gundul dan juga "seharusnya" bermakna juga untuk menghentikan penebangan terhadap hutan alam yang masih tersisa.(*)

Copyright © ANTARA 2006