Jakarta (ANTARA News) - Dirjen Anggaran dan Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan, Ahmad Rochjadi menyatakan, praktek mark up dalam pengadaan barang dan jasa tidak akan terjadi jika ketentuan dalam Keppres 80 tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, dipenuhi. "Kalau ada mark up berarti tidak dipenuhi ketentuan-ketentuan itu," kata Ahmad Rochjadi di Gedung Departemen Keuangan Jakarta, Selasa. Menurut dia, ketentuan-ketentuan dalam Keppres 80 itu sudah sangat ketat di mana setiap pengadaan barang dan jasa pemerintah harus dilakukan melalui tender atau lelang. "Tender terbuka merupakan salah satu cara agar tidak terjadi mark up karena yang akan menang adalah penawaran yang paling menguntungkan pemerintah atau yang paling murah," katanya. Ketika ditanya apakah ada instansi pemerintah yang tidak mengikuti aturan itu dalam pengadaan barang dan jasa, Ahmad menyatakan tidak tahu. "Yang jelas Keppres 80 sudah sangat ketat. Kalau diikuti mark up sudah tidak mungkin," tegasnya. Ia mengakui, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Pekerjaan Umum, dan Departemen Kesehatan merupakan instansi pemerintah yang anggarannya cukup besar. "Yang paling besar itu Depdiknas, Departemen Pertahanan, Polri, Departemen Pekerjaan Umum, dan Departemen Kesehatan," katanya. Sebelumnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan melakukan pemeriksaan (audit) pengadaan barang dan jasa pemerintah khususnya yang menyangkut penyediaan infrastruktur jalan, pengadaan buku sekolah, dan penyediaan sarana kesehatan. "Oleh Transparansi Internasional, negara kita termasuk yang paling korup di dunia, salah satunya adalah dalam pengadaan barang dan jasa," kata Ketua BPK, Anwar Nasution.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006