Kami mengecam dan mengutuk dijadikannya hakim Chaidir menjadi Wakil Ketua Pengadilan Tinggi di Lampung, padahal kita ketahui bersama bahwa Chaidir telah terbukti bersalah dan mendapatkan hukuman etik karena meminta uang kepada Artalyta Suryani."
Bandarlampung (ANTARA News) - Lembaga Bantuan Hukum Bandarlampung mempertanyakan dan mengecam kebijakan Mahkamah Agung (MA) mempromosikan hakim Chaidir yang pernah terlibat dalam kasus suap dari Arthalyta Suryani (Ayin), kini menjadi Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Tanjungkarang Lampung.

"Kami mengecam dan mengutuk dijadikannya hakim Chaidir menjadi Wakil Ketua Pengadilan Tinggi di Lampung, padahal kita ketahui bersama bahwa Chaidir telah terbukti bersalah dan mendapatkan hukuman etik karena meminta uang kepada Artalyta Suryani," ujar Wahrul Fauzi Silalahi, Direktur LBH di Bandarlampung, Minggu.

Dia mengingatkan pula bahwa hakim Chaidir itu secara nyata sebelumnya telah terbukti melanggar kode etik, dan MA telah mencopot Chaidir dari jabatan Ketua Pengadilan Negeri Jakarat Barat.

Chaidir dinyatakan telah melanggar pasal 3 ayat 1 huruf a PP No 30/1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri juncto pasal 5 ayat 18 Keputusan Ketua MA No 215/KMA/SK/XII/2007 tentang petunjuk pelaksanaan perilaku hakim.

"Kenapa hakim yang sudah dinyatakan bersalah seperti itu, kini malah dipromosikan menjadi wakil ketua Pengadilan Tinggi Tanjungkarang," ujar Wahrul pula.

Menurut dia, saat ini para penegak hukum di Lampung seharusnya membangun kredibilitas atas lembaga peradilan yang bersih.

Ia menyebutkan, beberapa bulan lalu, Pengadilan Negeri Tanjungkarang memvonis bebas dua perkara korupsi, dan justru saat ini ditambah pula oleh MA yang malah mempromosikan Chaidir menjadi Wakil Ketua Pengadilan Tinggi di Lampung.

Dia menyatakan, kebijakan seperti itu pasti membuat kepercayaan masyarakat Lampung kepada dunia peradilan semakin menurun, dan dikhawatirkan akan mengurangi efek jera suatu sanksi bagi hakim yang melakukan pelanggaran kode etik,

"Kalau ini dibiarkan, hakim akan tidak takut lagi dan semakin meremehkan yang namanya sanksi dari pelanggaran kode etik," ujarnya pula.

Karena itu, LBH Bandarlampung mengutuk keras dan memprotes promosi oleh MA bagi hakim yang pernah terbukti melakukan pelanggaran etika dan telah dijatuhi hukuman disiplin berat untuk menjadi pimpinan di suatu Pengadilan Tinggi.

Ia menegaskan bahwa LBH Bandarlampung sama sekali tidak akan menghormati proses mutasi yang berujung pada promosi bagi hakim-hakim yang telah terbukti nakal.

"Yang pasti kami sangat kecewa berat kepada MA yang seharusnya sudah mempunyai rekam jejak para calon hakim yang akan dipromosikan menjadi pimpinan pengadilan, kenapa malah mempromosikan hakim yang pernah bermasalah," katanya lagi.

Kebijakan MA mempromosikan hakim nakal itu, menurut Wahrul, patut dipertanyakan, ada apa dengan promosi tersebut.

"Jangan sampai ada upaya yang justru menambah bobrok kondisi penegakan hukum dan kinerja peradilan di Lampung," kata dia.

Karena itu, ujar Wahrul, LBH Bandarlampung meminta kepada MA untuk mengevaluasi hasil promosi yang menetapkan hakim Chaidir menjadi Wakil Ketua PT Tanjungkarang Lampung dan kembali membuat keputusan menganulir atau pembatalan atas keputusan tersebut.

"Hal ini tidak bisa dibiarkan, mengingat secara langsung atau tidak langsung pasti akan berimplikasi kepada keluhuran dan kehormatan martabat hakim dan pengadilan di mata masyarakat," ujarnya.

LBH Bandarlampung justru berharap MA betul-betul mempertimbangkan rekam jejak seorang hakim apabila akan melakukan promosi, apalagi untuk posisi pimpinan.

"Promosi hakim nakal dan bermasalah seperti itu pasti secara langsung akan berakibat buruk terhadap keluhuran dan kehormatan martabat hakim dan pengadilan yang saat ini tengah mengalami krisis kepercayaan," katanya.

LBH Bandarlampung mempertanyakan, bagaimana akan membuat struktur dan budaya hukum yang bijak kalau hal ini masih dilakukan oleh MA.

"Kalau kebijakan mempromosikan hakim nakal ini dibiarkan, pada saatnya Chaidir akan kembali bermain golf dengan asyik di Lampung seperti kasus terjadi tahun 2008 bersama Ayin yang berujung kepada penyuapan kepadanya," ujar Wahrul menyampaikan keprihatinan LBH Bandarlampung itu pula. (B014)

Pewarta: Budisantoso Budiman
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013