Jakarta (ANTARA News) - Direktur Eksekutif IndoBarometer M Qodari menegaskan jika Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ingin kewenangannya diperluas maka harus terus mendorong dilakukannya amendemen UUD 1945.

"DPD ini lemah karena konstruksinya memang sejak sebelum lahir juga lemah. Akibatnya, wajah DPD seperti yang kita lihat saat ini. Jadi, kalau mau kuat kewenangannya, DPD harus mendorong amandemen UUD 45," kata Qodari dalam diskusi di DPD, Senayan, Jakarta, Rabu.

Dialog Kenegaraan bertema "Sembilan Tahun Kiprah DPD" menghadirkan pembicara Direktur Eksekutif IndoBarometer M Qodari, Ketua DPD Irman Gusman, dan pakar hukum tata negara Margarito Kamis.

Lebih lanjut Qodari mengatakan berbagai usaha yang dilakukan ketua dan anggota DPD, seperti melakukan uji materi ke MK, patut diapresiasi. Hanya saja, menurut Qodari, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) ternyata tidak cukup untuk memperkuat kewenangan DPD.

"Sayangnya keputusan MK ini seperti tidak berdampak. Kalau saja DPR dan pemerintah menjalankan putusan MK itu, maka akan ada perubahan besar atau kemajuan besar dalam konstelasi DPD," kata Qodari.

Qodari juga mengatakan kalaupun MK memberikan kewenangan DPD untuk membahas UU terkait otonomi daerah, ada musuh lain dari DPD yang lebih kuat yakni Pasal 20 UUD 1945.

Dalam pasal itu dijelaskan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk UU. Dalam pasal itu tidak ada nama atau kewenangan DPD.

"Karena itu, jika DPD betul-betul ingin berkontribusi untuk bangsa dan negara ini, maka amendemen konstitusi segera dilaksanakan," katanya.

Sementara itu, Margarito Kamis mengatakan putusan MK tidak berdampak pada kewenangan DPD.

"Konyol betul kalau ada anggapan bahwa putusan MK itu berdampak, karena DPD tidak bisa berbuat apa-apa. Apanya yang berdampak?" katanya.

Margarito mengatakan kewenangan DPD menurut keputusan MK hanya sebatas ikut membahas dan tidak terlibat dalam memutuskan atau mengesahkan rancangan undang-undang.

"Karena itu, tidak ada cara lain, DPD harus memaksa mengubah UUD 1945," katanya.

Irman Gusman mengatakan setelah MK mengeluarkan keputusan, dua hari kemudian DPD mengirim surat ke pemerintah untuk menggelar rapat tripartit.

"Ya, mungkin DPR cemas karena kalau ada pertemuan tripartit, keterlibatan fraksi dalam pembahasan UU menjadi tidak tampak, jadi alat internal sah. Itu konsekuensinya kalau keputusan MK ini dilaksanakan," katanya.

Pewarta: Jaka Suryo
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013