Artinya hanya dalam tempo 7 bulan, kepercayaan terhadap MK merosot 37 persen,"
Jakarta (ANTARA News) - Hasil riset terbaru Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyebutkan bahwa tingkat kepercayaan publik atas Mahkah Kontitusi (MK) pasca penangkapan Ketua MK AKil Mochtar pada (2/10) hanya 28 persen.

Peneliti LSI Ade Mulyana kepada pers di Jakarta, Minggu, mengatakan, sedangkan mayoritas publik (66,5 persen) tidak lagi percaya kepada MK sebagai benteng terakhir penegakan hukum, dan publik yang tidak menjawab 5,5 persen.

Survei mengenai kepercayaan publik terhadap MK pasca penangkapan Ketua MK dilakukan pada 4--5 Oktober 2013 di 33 provinsi dengan 1.200 responden. Survei dilengkapi perangkat handset yang disebut "quick poll" untuk survei opini publik.

Riset tersebut menggunakan metode multistage random sampling dengan 1.200 responden dan tingka kesalahan sekitar 2,9  persen. Untuk memperkuat data dan analisis, LSI juga menggunakan data "tracking survey" terkait kinerja MK pada survei sebelumnya.

Menurut Ade, untuk pertama kalinya, kepercayaan terhadap MK berada pada titik terendah (di bawah 30 persen), padahal sebelum penagkapan AM, kepercayaan terhadap MK justru selalu diatas 60 persen.

Pada survei LSI Oktober 2010, kepercayaan terhadap MK sebesar 63,7 persen. Pada survei September 2011 (61,5 persen), Maret 2013 (65,5 persen), Oktober 2013 (28 persen).

"Artinya hanya dalam tempo 7 bulan, kepercayaan terhadap MK merosot 37 persen," katanya.

Sementara itu mayoritas publik (64,16 persen) menyatakan terkejut dan tak menduga sebelumnya bahwa hakim konstitusi dan ketuanya sendiri tersangka korupsi, sedang 35,40 persen publik yang mengaku tidak terkejut, dan 0.44 persen publik tidak tahu.

Ade mengatakan, kasus Akil juga berdampak pada kepercayaan penegakan hukum secara umum, yaitu publik yang puas terhadap penegakan hukum hanya 25,0 persen, atau turun kurang lebih 10 pesen  dibanding survei Maret 2013 yang saat itu mereka yang puas terhadap penegakan hukum 35,6 persen.

Kasus Akil juga berdampak pada kepercayaan publik terhadap hakim-hakim konstitusi MK, yaitu hanya 19,91 persen publik yang menilai bahwa hakim MK lebih bersih dari hakim-hakim di peradilan lainnya, sedangkan 72,69 persen menilai berkelakuan sama saja, dan 7,40 persen publik tidak menjawab.

Ade menambahkan, LSI menemukan tiga rekomendasi yang bisa dilakukan untuk membenahi MK, yaitu pertama, perlu dibentuk tim ahli untuk mereformasi MK. Tim ahli itu  adalah yang berkompeten berbagai bidang yang berkaitan dengan MK, berintegritas dan dipercaya oleh publik.

Kedua, rekruitmen terhadap hakim MK harus diperketat, seperti mayoritas publik dalam survei LSI, lebih setuju jika hakim konstitusi tidak berasal dari partai politik. Sebesar 54,18 persen publik setuju hakim konstitusi tidak berasal dari partai politik, sedangkan 23,64 persen publik menyatakan tidak mempersoalkannya.

Ketiga, perlu dibentuk tim atau lembaga yang mengawasi kinerja MK. Lembaga "superpower" seperti MK dikhawatirkan rawan penyalahgunaan kewenangan. Kekhawatiran tersebut diperkuat dengan kasus Akil Mochtar.

"Oleh karena itu, publik berharap ada lembaga yang bisa mengawasi kinerja MK. Sebesar 77,0 persen publik percaya MK bisa dibenahi jika ada pengawasan," demikian Ade Mulyana.(*)
 

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013