Itu justru memperpanjang (proses putusan) dan menambah delegitimasi (Mahkamah Konstitusi)"
Jakarta (ANTARA News) - Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Jimly Asshiddiqie mengingatkan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi agar tak terlalu formalistis dalam menentukan perkara etik Ketua MK nonaktif Akil Mochtar.

"Dengan Akil tertangkap tangan oleh KPK, sudah menjadi satu bukti nyata tersendiri yang dapat dijadikan pertimbangan Majelis untuk memutuskan kasus Akil. Mekanisme peradilan etik itu tidak sekaku peradilan hukum, yang harus diketahui acaranya titik demi titik, koma demi koma," kata Jimly dalam satu acara di Jakarta, Selasa.

Menurut mantan Ketua MK ini, kasus Akil menyangkut integritas seorang hakim konstitusi sehingga membutuhkan tindakan cepat dalam memutuskan perkara etiknya dan Majelis Kehormatan tidak perlu memanggil semua pihak untuk didengar kesaksiannya.

"Itu justru memperpanjang (proses putusan) dan menambah delegitimasi (Mahkamah Konstitusi)," tukasnya.

Mengenai permintaan agar putusan pilkada yang ditangani MK ditinjau ulang, Jimly menegaskan setiap putusan MK sudah final dan mengikat, serta tidak dapat ditinjau ulang.

"Secara legal tidak bisa karena putusan sudah final dan mengikat. Ini jadi bahan evaluasi saja agar ke depan jangan begitu," ucapnya.

Jimly menilai memang banyak putusan MK yang bermasalah dan hanya dipindah salinkan (copy paste) dan mengandung logika tidak pas.

"Memang saya sering mendapat keluhan, banyak putusan yang copy paste banyak logikanya tidak nyambung. Sekarang yang mengerjakan putusan kebanyakan adalah staf. Dan kadang hakim belum sempat baca, sehingga banyak sekali putusan yang dianggap bermasalah dari segi konten," ujarnya.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013