Palu (ANTARA News) - Lebih 5.000 umat dari berbagai agama Jumat malam berkumpul di Budaran Tugu Tentena, Sulawesi Tengah (Sulteng), guna melakukan doa bersama untuk tiga terpidana mati yang dijadwalkan menjalani eksekusi Sabtu (12/8) pukul 00:15 Wita. Doa bersama untuk keselamatan Fabianus Tibo, Dominggus da Silva dan Marianus Riwu --tiga terpidana mati kasus kerusuhan Poso-- itu dimulai sejak pukul 19:00 Wita dipimpin Ketua Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) Pdt Renaldy Damanik MSi. "Doa bersama untuk kedua kalinya dalam dua hari terakhir akan berlangsung hingga pelaksana eksekusi dilakukan," kata Yahya (58), seorang tokoh masyarakat Tentena. Dalam doa bersama ini, Pdt Renaldy Damanik mengajak semua umat Kristiani maupun lainnya yang memadati Bundaran Tugu dan kawasan Pasar Sentral Tentena mendoakan Tibo dkk agar diberikan kekuatan iman dan ketabahan. Mereka juga mendoakan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar Tibo dkk diberikan keselamatan di akhirat, jika benar-benar harus menjalani hukuman mati malam ini di hadapan regu penembak yang telah disiapkan. Yahya mengatakan, sekalipun terjadi konsentrasi manusia di Bundaran Tugu di Tentena, situasi di kota wisata yang terletak di pinggiran danau Poso itu cukup kondusif. "Semua warga Tentena serta pendatang mulai dari anak-anak hingga orang dewasa keluar rumah dan berkumpul di lokasi tempat dilaksanakan doa bersama," tuturnya. Dari Kota Palu (ibukota Provinsi Sulteng) dilaporkan lebih 1.000 massa yang sebagian besar warga Katolik setempat sejak pukul 19;30 Wita berkumpul di Bundaran Taman Nasional depan Gedung Juang untuk melakukan doa bersama bagi keselamatan Tibo dkk. Doa bersama di Kota Palu ini disertai dengan menyalakan lilin sebagai bentuk kepedulian serta solidaritas atas nasib yang menimpa ketiga terpidana mati kasus Poso tersebut. Doa bersama di Palu ini diprakasai Koalisi Masyarakat Anti Hukuman Mati (KOMA) Sulteng mendapat perhatian para pengguna jalan. Sebelum doa bersama itu dimulai, didahuli orasi politik dari sejumlah pengurus KOMA Sulteng. Edmon Leonardo Siahaan, juru bicara KOMA Sulteng dalam orasinya antara lain mengatakan hukuman mati merupakan jenis pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang cukup serius karena menyangkut Hak Untuk Hidup (Right To Life) dan Hak Fundamental (Non Derogable Rights). "Karena itu, hukuman mati harus dihapus dari bumi Indonesia. Kalau di Filipina Hukuman Mati bisa dihapus, mengapa di Indonesia tidak," tuturnya mempertanyakan.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006