Jakarta (ANTARA) - Atraksi dan arak-arakan ogoh-ogoh saat Upacara Tawur Agung Kesanga
​​​​​​diselenggarakan untuk menyambut Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1946 di Pura Ahitya Jaya, Jakarta Timur, pada Minggu.

Upacara Tawur Agung Kesanga dan Nyarub Caru tersebut diikuti oleh ribuan umat Hindu dari 13 pura DKI Jakarta yang dipusatkan di Pura Adhitya Jaya, Jakarta Timur.

"Kita melaksanakan persembahyangan Tawur Agung Kesanga, kemudian Nyarub Caru
menggunakan ogoh-ogoh sebagai simbol keserakahan dan angkara murka," kata Ketua Panitia Penyelenggaraan Hari Nyepi Tahun Saka 1946 I Putu Maharta Adijadnja saat ditemui di Pura Adhitya Jaya Jakarta.

Putu mengatakan bahwa ogoh-ogoh setinggi dua meter tersebut merupakan simbol keserakahan dan angkara murka yang ada di dunia.

Dengan melakukan upacara Pecaruan atau Nyarub Caru, umat Hindu memohon agar keserakahan dan energi negatif tersebut diubah menjadi energi positif. "Sehingga umat bisa melaksanakan Hari Suci Nyepi dengan damai, serta terjadi keseimbangan hubungan antara manusia dengan Tuhan," katanya.

Baca juga: DKI harap Nyepi berdekatan dengan awal Ramadhan eratkan persaudaraan
Baca juga: Gubernur DKI Jakarta Dukung Pawai Ogoh-ogoh

Atraksi ogoh-ogoh tersebut dilakukan dengan menggoyang-goyangkan bambu yang menjadi penyangga patung.

Belasan pemuda yang mengangkat bambu penyangga ogoh-ogoh berlarian ke satu arah dan lainnya serta berputar agar patung terlihat digoyang-goyangkan. Saat ogoh-ogoh digoyangkan, alunan musik gamelan khas Bali mengiringi atraksi tersebut.

Selain pemuda, anak-anak juga turut mengangkat tandu ogoh-ogoh mini sebagai bagian dari rangkaian upacara Nyarub Caru.

Meski diguyur hujan ringan, ribuan umat Hindu khidmat dan antusias mengikuti upacara hingga atraksi ogoh-ogoh.

Sebelum Upacara Tawur Agung Kesanga dan Nyarub Caru, umat Hindu juga melakukan Upacara Melasti pada pekan lalu di Pura Segara, Cilincing, Jakarta Utara.

Upacara Melasti dilakukan untuk membersihkan atau menyucikan diri dengan mendekatkan diri pada sumber air.

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024