Kedaulatan pangan meliputi swasembada daging dan energi bisa dicapai sekaligus, karena bahan pangan sekaligus juga sumber energi,"
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Dewan Pembina Dompet Dhuafa (DD) Parni Hadi berpendapat, revolusi peternakan bisa menjadi bagian upaya untuk mewujudkan Kedaulatan Pangan dan Energi.

"Kedaulatan pangan meliputi swasembada daging dan energi bisa dicapai sekaligus, karena bahan pangan sekaligus juga sumber energi," Parni dalam dialog tentang Revolusi Peternakan di Stasiun RRI Jakarta, Rabu.

Kedaulatan pangan meliputi swasembada daging, menurut dia, tentu tidak hanya berupa ketahanan pangan karena kalau hanya ketahanan pangan, bisa dicapai dengan impor yang penuh dengan kolusi dan korupsi seperti selama ini. "Kedaulatan harus dimaknai sebagai `Berdikari` yang diserukan Bung Karno beberapa dasa warsa lalu," tuturnya.

Tentu, lanjut Parni, untuk mencapai swasembada daging, perlu perencanaan yang matang. Ini bisa dimulai dengan langkah-langkah kecil seperti yang telah dirintis Dompet Dhuafa melalui gerakan Tebar Hewan Kurban (THK) sejak dua dasa warsa lalu.

Beberapa bulan menjelang Idul Qurban, para pekurban diimbau menitipkan uang atau hewan bakalan kepada para peternak yang berhimpun dalam kelompok-kelompok di kampung, yang dibina oleh sebuah usaha komunitas (community enterprise) dengan nama Kampung Ternak (Kater).

Dengan bimbingan para pendamping yang ditempatkan di desa-desa, bibit hewan itu dapat bertambah berat 1,5 sampai dua kg per bulan. Pada saat Idul Qurban, hewan yang telah bertambah beratnya itu dibeli oleh lembaga penyuplai hewan korban dengan harga pasar yang telah disepakati antara pekurban, Kater dan THK. Nilai tambah hewan itu, harga jual minus biaya pengadaan dan pemeliharaannya, menjadi milik peternak.

"Entah berapa juta ekor kambing, domba dan sapi yang telah rebah, disembelih dan darahnya membasahi bumi Indonesia dalam rangka perayaan Idul Qurban selama ini. Tapi, mengapa negeri ini belum pernah mencapai swasembada ternak? Apakah kita bukan bangsa yang mau belajar memanfaatkan kesempatan yang diberikan Allah melalui Idul Qurban?" tutur Parni balik bertanya.

Pada bagian lain Parni mengemukakan, ketaqwaan ummat Islam dengan menyembelihan hewan kurban langsung kepada Allah, sementara dagingnya dikonsumsi manusia. Sebuah ibadah yang komplit. Hablum minallah dan hablum minanas. Vertikal kepada Allah, horizontal kepada sesama manusia.

Penyembelihan hewan pada Idul Qurban adalah sebuah ibadah sosial yang bernilai ekonomi tinggi dan melibatkan banyak pihak dengan dampak berlipat ganda bagi kepentingan nasional.

Ibadah sosial ini, menurut dia, jika dikelola secara profesional, baik dan benar, berdampak dahsyat. Kaum dhuafa, yang jarang makan daging, memperoleh sumber asupan protein yang sangat diperlukan untuk menjaga kesehatan. Dan, lebih jauh dari itu: petani dan peternak dan tukang potong hewan, pedagang dan seluruh mata rantai pengadaan hewan mendapat rezeki.

Parni mengemukakan, jumlah umat Islam di Indonesia sangat besar dan orang yang mampu berkurban terus meningkat, karena itu Idul Qurban adalah momentum sangat penting sebagai titik awal bagi kebangkitan ekonomi nasional melalui pemberdayaan peternak lokal menuju swa-sembada daging.

"Tapi, mengapa kita masih terus mengimpor daging setelah merayakan Idul Qurban selama ini? Salah satu jawabannya, menurut dia, adalah karena banyak uang bergemerincing dalam bisnis impor daging, hingga menyeret sejumlah pihak, termasuk politisi, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan tuduhan telah menerima rasuah.

Pembicara lainnya dalam dialog revolusi peternakan tersebut antara lain mantan Kepala BKKBN Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua DPD Irman Gusman dan pimpinan DD Ahmad Juwarni.

(N001/Z002)

Pewarta: Nanang Sunarto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013