Manado, (ANTARA News) - Badan Pengandalian Lingkungan Hidup (BPLH) Sulawesi Utara (Sulut) sedang meneliti kematian mendadak ratusan ikan nilem di Sungai Talawaan, Minahasa Utara (Minut), yang diduga tercemar limbah merkuri dan sianida dari aktifitas Penambang Emas Tanpa Izin (PETI). "Kami telah melakukan penelitian dilima lokasi pencucian emas di Sungai Talawaan, dan dicurigai telah terkontaminasi limbah beracun dari PETI," kata Kepala BPLH Sulut, Herry Untu, Senin (14/8) di Manado. Temuan kematian jenis ikan Nilem sebelumnya dilaporkan masyarakat Desa Tatelu dan Warukapas kepada pihak kepolisian Minut tanggal 10 Agustus 2006, dan ditindaklanjuti BPLH Sulut untuk melakukan penelitian di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan. "Masyarakat mengeluhkan karena kolam ikan yang dilewati Sungai Talawaan telah kabur dan warna menjadi kehitam-hitaman," jelas Untu. Selain telah melakukan penelitian dilima lokasi pencucian emas, seperti pada pengusaha olahan PETI Debby Tidayoh (Warukapas), Decky Pinontoan (Warukapas), Ranny Katuuk (Tatelu), Wilem Rumansi (Tatelu) dan pengusaha asal Filipina di Tatelu, BPLH juga telah mengambil sampel air pada dua titik berbeda di Sungai Talawaan. Menurut mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Sulut itu, bahwa BPLH juga menemukan pola atau kegiatan pengolahan emas dengan metode "carbon in pulp" (CIP-Sianida) oleh PETI secara tradisional tanpa ada pengawasan dan pengendalian secara profesional. BPLH Sulut atas nama Gubernur SH Sarundayang telah menyurat kepada Pemerintah Kabupaten Minut dan pihak kepolisian guna meminta penghentian sementara aktifitas PETI, agar tidak membawa dampak lebih besar pada kondisi kesehatan dan kerusakan lingkungan. Sebelumnya, Gubernur Sarundajang telah meminta Dinas Pertambangan Propinsi Sulut untuk menertibkan aksi PETI diareal tambang rakyat Kecamatan Dimembe dan Kecamatan Kauditan, Minut. Mantan Irjen Depdagri itu menilai, selain tidak terkontrolnya aksi penambangan, juga di wilayah tersebut sudah terkontaminasi limbah merkuri yang dibuang oleh penambang tanpa memperhatikan dampak kesehatan dan sosial. Sarundajang mendesak instansi terkait untuk melakukan kajian komprehensif dengan mendata lokasi-lokasi tambang yang diduduki warga. "Apalagi Sungai Talawaan dan Sungai Girian dijadikan target pembuangan limbah merkuri secara langsung. Padahal limbah merkuri merupakan bahan an organik yang tak akan hilang secara alamiah atau menyatu dengan lingkungan alam," ujar Sarundajang. Kadis Pertambangan Sulut, Ir FL Mamesah mengatakan, penertiban PETI di Minut membutuhkan waktu panjang. "Ini harus melibatkan berbagai pihak termasuk aparat kepolisian, karena penambangan memiliki banyak faktor, diantaranya faktor sosial, ekonomi, keamanan dan politik," jelas Mamesah.(*)

Copyright © ANTARA 2006