Jakarta (ANTARA News) - Pendukung mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Tri Dianto, memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan penerimaan hadiah berkaitan dengan pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah (P3SON) di Hambalang dan proyek-proyek lain.

"Hari ini memenuhi panggilan KPK, karena saya janji kalau KPK mengirimkan satu lembar surat ke alamat rumah isteri saya yang nomor satu, saya akan datang memenuhi panggilan dan hari ini saya memenuhi panggilan," kata Tri Dianto di gedung KPK Jakarta, Kamis.

KPK sebelumnya memanggil mantan Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat kabupaten Cilacap itu pada Rabu (16/10) namun ia tidak memenuhi panggilan dengan alasan KPK mengirimkan tiga surat ke tiga istrinya sehingga menimbulkan kesalahpahaman kepada para mertuanya.

"Saya sebagai saksi kasus Hambalang, terus terang saya bingung karena sebenarnya tidak tahu apa-apa, nanti akan saya jelaskan pada penyidik bahwa apa yang saya ketahui dan apa yang tidak saya ketahui kepada penyidik," ungkap Tri Dianto.

Tri juga mengatakan seharusnya Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Sekretaris Jenderal Edhi Baskoro Yudhoyono alias Ibas dipanggil KPK.

"Seharusnya panggilan ditujukan untuk Ibas selaku `steering committee` dalam kongres itu, kemudian panggilan yang kedua seharusnya ditujukan kepada SBY, SBY ini selaku dewan pembina Partai Demokrat, beliau adalah penanggung jawab kongres Partai Demokrat di Bandung dan juga jadi tim sukses Andi (Mallarangeng)," jelas Tri Dianto.

Ia mengaku di Kongres pemilihan ketua umum Demokrat di Bandung pada 2010 itu hanya hadir sebagai ketua DPC dan memberikan suara kepada Anas Urbaningrum.

"Saya tidak tahu (aliran dana) lebih jauh karena saya ini bersih, saya dengar di media-media ada pembagian uang di kongres, saya akan jelaskan nanti ke KPK semuanya," tambah Tri.

KPK juga memeriksa Kepala Cabang Divisi III PT Pembangunan Perumahan (PP) Iswanto A, PT PP diketahui anggota konsorsium pembangunan proyek Hambalang.

Dalam kasus yang sama KPK sebelumnya sudah memanggil Ketua DPR Marzukie Alie dan anggota Komisi I DPR Ramadhan Pohan.

Dalam kasus ini Anas ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Februari 2012 berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200-Rp1 miliar.

Anas diduga menerima hadiah atau janji berkaitan dengan proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah di Hambalang dan proyek-proyek lainnya.

Bentuk hadiah tersebut adalah mobil Toyota Harrier senilai sekitar Rp800 juta dari kontraktor PT Adhi Karya untuk memuluskan pemenangan perusahaan tersebut saat masih menjadi anggota DPR dari 2009 dan diberi plat B 15 AUD.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2013