Jakarta (ANTARA News) - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyatakan bangsa Indonesia perlu tegas menghadapi penyadapan yang dilakukan AS dan Australia.

Hikmahanto di Jakarta, Jumat, mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono jangan sampai kehilangan momentum untuk menunjukkan secara tegas ketidaksenangan Indonesia disadap oleh AS dan Australia.

Bahkan Australia meletakkan instrumen penyadapan di Kedutaan Besar negara itu di Jakarta.

Tindakan tegas Presiden, katanya, dapat berupa pengusiran diplomat.

Menteri Luar Negeri dapat meminta kepada Kepala Perwakilan AS dan Australia untuk memulangkan diplomat yang melakukan penyadapan itu.

Dalam bahasa diplomatik, katanya, pengusiran disebut sebagai persona nongrata.

Presiden tidak perlu khawatir akan ada tindakan balasan dari AS maupun Australia karena ada tiga alasan untuk melakukan itu, katanya.

Pertama, AS dan Australia tahu betul bahwa aparat intelijen mereka memang melakukan penyadapan. Buktinya hingga sekarang tidak ada tuntutan hukum terhadap der Spiegel maupun Sydney Morning Herald yang memberikan soal penyadapan oleh AS dan Australia terhadap sejumlah negara termasuk Indonesia.

Kedua, justru Presiden AS Barack Obama dan PM Australia Tony Abbott akan berterima kasih kepada Presiden Yudhoyono bila dilakukan tindakan tegas karena kedua kepala pemerintahan tahu betul bila kemarahan bangsa Indonesia tidak dikanalisasi maka warga melakukan tindakan destruktif seperti meretas website AS dan Australia atau melakukan sweeping warga AS dan Australia.

Apalagi di Indonesia banyak kepentingan, termasuk ekonomi, dari dua negara tersebut, katanya.

Ketiga, pengusiran atas diplomat diharapkan dapat menjadi tonggak untuk mengembalikan kepercayaan Indonesia dalam berhubungan dengan AS dan Australai. Pengusiran diplomat sepadan dengan kesalahan yang mereka lakukan.(*)

Pewarta: Budi Setiawanto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013