Jakarta (ANTARA News) - "Berkali-kali kesetrum, kerobohan bangunan, malah di tahun 2005 jatuh dari mobil blangwir."

Pengalaman itu diceritakan Sunarna (47), Kepala Pleton A Regu Penyelamat Suku Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta.


Blangwir adalah lafal "melayu" dari  bahasa Belanda brandweer yang artinya pasukan pemadam.

Sunarna yang ditemui ANTARA News, menceritakan banyak situasi tidak terduga ketika sedang menangani kebakaran.

“Saya masih ingat waktu tertimpa reruntuhan kebakaran Asrama Cakrawala, entah gimana saya bisa keluar dari reruntuhan dan mencari partner saya yang juga sama-sama tertimpa. Baru jalan beberapa langkah saya pingsan, bangun-bangun sudah di Rumah Sakit.” kenang Sunarna.

Sunarna menjelaskan bahwa dalam prosedur keselamatan pemadaman seorang fighter tidak boleh berjalan sendiri menyusuri bangunan yang terbakar.

Partner saya juga selamat, malah enggak apa-apa.”

Hal paling menyedihkan ketika Sunarna kehilangan anak buahnya.

Ketika itu, tahun 2010, anak buahnya jatuh dari lantai tiga bangunan yang terbakar di daerah Jelambar, Jakarta Barat.

"Sangat sedih sekali, kebetulan anak buah saya langsung, Sulistyo Putranto namanya,” kenang Sunarna.

Di sisi lain, pengalaman selama 29 tahun yang paling membekas di hatinya adalah saat terjadi kebakaran di suatu bangunan di Sunter, Jakarta Utara pada 2004.

Kala itu di dalam sebuah bangunan yang terbakar terdapat 16 orang yang terjebak namun delapan di antaranya berhasil diselamatkan.

"Saya menolong orang yang tergencet lempengan tembok, melihat manusia dari hidup, minta tolong sampai mati." katanya lalu mengingatkan jika terjadi kebakaran, sedapat mungkin turun dan keluar, jangan naik ke atas bangunan.

Kebakaran Sunter itu juga memberikannya pelajaran, "saya jadi menghargai hidup," kata Sunarna.

sejak pramuka
Sunarna bergabung sebagai pemadam sejak 1984 setelah lulus SMP.

Awal ketertarikannya menjadi pemadam bermula dari kegemarannya mengikuti kegiatan pramuka sejak Sekolah Dasar.

Setelah lulus SMP di Solo pada tahun 1984, Sunarna mendaftar menjadi pemadam dan ditempatkan di suku dinas pemadam Jakarta Utara.

"Rajin di pramuka dari sekolah dasar, dari situ saya maunya kerja yang modelnya seperti pramuka saja," kata Sunarna.

Ia mengatakan pramuka banyak memberi dia bekal untuk menjadi petugas pemadam kebakaran yang tangguh.

"Saya jadi regu penyelamat, tim motoris, tim gawat darurat hingga regu selam pun semua berkat Pramuka," kata bapak satu anak ini.

Sunarna mengaku bahwa orang tuanya di Solo tidak mengetahui kalau dirinya bekerja sebagai pemadam kebakaran di Jakarta.

“Bapak di kampung enggak tahu waktu itu, sampai pas punya televisi tahun 90-an kebetulan saya masuk tivi pas lagi kejadian kebakaran,” kata Sunarna.

“Nak, kamu jadi tukang semprot blangwir yo di Jakarta?” kata Sunarna menirukan apa yang dikatakan bapaknya.

Terlepas dari hal menegangkan dan penuh risiko, Sunarna juga menceritakan hal berkesan lainnya yakni ketika Gubernur DKI Jakarta jatuh bersama jembatan roboh.

"Ngangkat Bapak Gubernur yang kecebur Kali Hitam Kota Tua, waktu itu Gubernur DKI pak Soerjadi Soedirdja, kira-kira tahun 93.”

“Saya ada di atas perahu karet pas Pak Gubernur kecebur, untung perahu saya tidak kena paku gara-gara jembatan rubuh itu,” kenang Sunarna.

Anak buah Sunarna menyebut sang komandan bisa memotivasi anak buah.

"Di lapangan bisa membakar semangat, kalo pemimpin yakin, kan anak buah jadi percaya diri," kata Masdi Andri, Fighter Pleton A Regu Penyelamat yang baru diangkat menjadi PNS setahun yang lalu.

"Danton (Komandan Pleton Sunarna)  banyak memberi contoh," kata Bambang, Supir kendaraan utama High Pressure Pleton A Regu Penyelamat.

Sunarna saat ini menjadi pegewai negeri golongan 3A dengan jabatan Komandan Pleton A Regu Penyelamat.

Ia mengaku cukup dengan penghasilannya sebulan yang mencapai 5 juta rupiah.

“Pertama masuk saya sudah lupa, tapi sekarang ada tunjangan, kalau pemadam juga ada tunjangan resiko tinggi satu juta rupiah sebulan.”

Ia juga ingin sang anak juga menjadi pemadam. "Pengen sih jadi kayak bapaknya, tapi anak saya maunya di medis ya paling tidak menjiwai semangat untuk mengabdi," kata Sunarna.




Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013