... sulit jika kedua negara tetangga tidak bisa mempercayai satu sama lain untuk masalah apa pun... "
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perdagangan dipastikan meninjau lagi kerja sama perdagangan dengan Australia menyusul hubungan kedua negara yang memanas sesudah skandal penyadapan komunikasi pejabat Indonesia --termasuk Presiden Susilo Yudhoyono-- diungkap. 

"Kami proses dan mengkaji, sulit jika kedua negara tetangga tidak bisa mempercayai satu sama lain untuk masalah apa pun, termasuk kerja sama ekonomi," kata Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan, seusai menghadiri pembukaan Pameran Crafina 2013, di Jakarta, Rabu.

Dalam perdagangan, posisi Indonesia defisit terhadap import barang-barang dan jasa dari Australia. Negara Kanguru ini juga tercatat sebagai penyumbang turis terbesar ke Bali, bahkan menjadikan Bali sebagai "halaman belakang" Australia.

Saat ini, Indonesia memberlakukan Country Base System untuk impor sapi; sapi-sapi itu hanya bisa didatangkan dari dua negara, Australia dan Selandia Baru.

Saat ditanya apakah Kementerian Perdagangan akan mengubah sistem itu menjadi Zone Base System, dia mendukung perubahan UU Peternakan agar pasokan sapi tidak terbatas dan bisa didatangkan produk apa saja, dari mana saja.

"Selama ini kami masih terbatas untuk import dari tempat tertentu," ujar dia.

Pendapat Wirjawan ini berbeda dengan pernyataan Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi, di Jakarta, beberapa waktu sebelumnya. "Kedua negara memang sedang berada dalam masalah politik terkait penyadapan. Perdagangan tidak akan mengalami masalah besar," kata Krisnamurthi.

Wirjawan menjelaskan, apabila bisa didatangkan dari negara lain untuk sapi dan produk-produk lainnya, dia meyakini harga produk tersebut bisa lebih murah dan tentunya bisa dibuktikan produk atau sapi-sapi asal negara lain tersebut bebas dari penyakit.

Yudhoyono akhirnya bisa jelas menyatakan penghentian beberapa kerja sama dengan Australia. Ketiga kerja sama dengan sejumlah implikasi ikutannya adalah bidang pertahanan-militer, pertukaran data dan informasi intelijen, serta penanganan pengungsi ilegal dan nelayan.

Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2013