Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum (UU Pemilu) merupakan sebuah keniscayaan untuk dilakukan penyempurnaan demi perbaikan, sehingga tidak dilakukan hanya karena faktor pemilu 2024.

"Terlepas dari apapun hasil pemilu kemarin, sebagai sebuah bangsa yang ingin terus maju dan berkembang, memang kita harus senantiasa melakukan evaluasi dan penyempurnaan pada sistem politik, termasuk pemilu kita," kata Doli kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Pimpinan Komisi II DPR: UU Pemilu harus direvisi mencakup tiga hal

Hal itu disampaikan Doli merespons pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden 2024, Senin (22/4), yang menyatakan terdapat beberapa kelemahan dalam UU Pemilu, sehingga menimbulkan kebuntuan dalam upaya penindakan terhadap pelanggaran pemilu.

Dia menegaskan bahwa pihaknya pada masa bakti DPR RI periode 2019-2024 telah mengusulkan dilakukannya revisi terhadap UU Pemilu.

“Kami di Komisi II pada awal periode ini sudah mengusulkan agar adanya penyempurnaan UU Pemilu,” ujarnya.

Untuk itu, Doli berharap DPR RI pada periode 2024-2029 mendatang mampu melanjutkan penyempurnaan revisi UU Pemilu itu.

“Pada awal periode pemerintahan baru nanti merupakan momentum untuk kembali melanjutkan dan mengkonkretkan penyempurnaan itu,” kata dia.

Baca juga: Anggota DPR: UU Pemilu perlu direvisi sebagaimana pertimbangan MK

Sebelumnya, Senin (22/4), Ketua MK Suhartoyo mengatakan terdapat beberapa kelemahan dalam UU Pemilu, Peraturan KPU (PKPU), maupun Peraturan Bawaslu.

"Sehingga pada akhirnya menimbulkan kebuntuan bagi penyelenggara pemilu khususnya bagi Bawaslu dalam upaya penindakan terhadap pelanggaran pemilu," kata Suhartoyo saat menyampaikan pembacaan pertimbangan putusan yang diajukan paslon capres dan cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskadar.

Dia mengatakan bahwa UU Pemilu belum memberikan pengaturan terkait dengan kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai kampanye yang dilakukan sebelum dan setelah masa kampanye dimulai.

Suhartoyo menyebut demi memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi pelaksanaan pemilu maupun pilkada selanjutnya, Pemerintah dan DPR penting ke depannya melakukan penyempurnaan terhadap UU Pemilu, UU Pilkada, ataupun peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait dengan kampanye,

"Baik berkaitan dengan pelanggaran administratif dan jika perlu pelanggaran pidana pemilu," ucapnya.

Baca juga: Wakil Ketua Komisi II DPR RI soal putusan MK: Jadi catatan penting
Baca juga: Pakar UGM: Konten kampanye politik di medsos perlu diatur UU

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024