“Mereka bisa bangkit dan maju tanpa harus meninggalkan adat,”
Jakarta (ANTARA News) - Mengajar Suku Anak Dalam di pedalaman hutan di Jambi memang tidak mudah. Mereka tidak bisa berbahasa Indonesia, suka bertindak semaunya, dan tidak memerhatikan kebersihan. Namun Tri Rini Widiyastuti, perempuan asal Yogyakarta yang bertransmigrasi ke Jambi, ikhlas mengabdikan diri sebagai guru Suku Anak Dalam di sekolah Alam Putri Tijah Dusun Kutai, Desa Pematang Kabau, Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.

“Saya ingin orang di sekitar kita jangan meremehkan suku anak dalam atau yang di pedalaman,” ujar Rini, usai jumpa pers tentang Anugerah Peduli Pendidikan (APP) 2013 di Gedung A Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, (29/11).

Awalnya perempuan kelahiran 5 Agustus itu tidak percaya dirinya mendapat penghargaan dalam APP 2013. Ia mendapat kabar melalui telepon yang memberitahukan bahwa ia menjadi salah satu nominator dalam APP 2013 kategori Individu. Ia baru percaya setelah mendapat surat resmi dari Kemdikbud, seminggu sebelum menghadiri acara Malam Penganugerahan APP 2013.

Rini bercerita, awalnya ia membenci Suku Anak Dalam karena perilaku mereka yang terlalu liar. Namun hatinya merasa terpanggil untuk mengajar mereka, saat ditawari sebuah perusahaan kepala sawit yang ingin menjalankan Corporate Social Responsibility (CSR) di bidang pendidikan. Saat itu Rini belum lulus SMA. Ia putus sekolah saat duduk di kelas 2 SMA. Demi mengajar Suku Anak Dalam, Rini pun mengikuti Program Kejar Paket C, kemudian memulai pengabdiannya mengajar.

Ia mengajarkan calistung, yaitu membaca, menulis dan berhitung kepada Suku Anak Dalam di sebuah balai panggung yang terbuka di pinggiran hutan, setiap Senin sampai Kamis. Kelas berlangsung dari pukul 07.30 hingga 12.00. Rini membagi 18 anak didiknya ke dalam tiga jenjang. Pagi-pagi ia mengajar untuk jenjang pendidikan dasar, lalu pendidikan menengah, kemudian pendidikan lanjutan.

Rini juga mengajarkan pendidikan karakter dengan mengajarkan nilai-nilai moral, kebersihan dan cara adaptasi dengan lingkungan.

Mengajar Suku Anak Dalam memang sangat membutuhkan kesabaran. Rini membutuhkan waktu sekitar enam bulan untuk membuat mereka mengenal dan menghafal huruf dan angka. Mereka lalu lancar membaca dan menulis serta berhitung setelah belajar selama dua tahun.

Dalam aturan adat di Suku Anak Dalam, ada adat yang mengatakan bahwa dewa akan menjauh dari mereka yang sudah dekat dengan dunia luar. Hal itu membuat banyak orang tua melarang anak-anaknya belajar atau bersekolah. Namun Rini mengakui, saat ini sudah banyak orang tua dari Suku Anak Dalam yang mengizinkan anak-anaknya belajar atau pergi ke sekolah.

“Mereka bisa bangkit dan maju tanpa harus meninggalkan adat,” tutur ibu dari dua anak itu.

Rini ingin anak-anak Suku Anak Dalam dapat mengenyam pendidikan sebagaimana layaknya anak-anak di bagian bumi lainnya di Indonesia. (DM)

Pewarta: Aditia Maruli Radja
Editor: Copywriter
Copyright © ANTARA 2013