Mandela adalah fenomena satu dalam seratus tahun"
Johannesburg (ANTARA News) - Perjalanan panjang Nelson Mandela dari penjara apartheid menuju Presiden Afrika Selatan telah membentuk kembali sebuah negara dan menginspirasi dunia.

Mandela meninggal dunia dalam damai di rumahnya di Johannesburg pada usia 95 tahun setelah menghabiskan waktu berbulan-bulan dalam kondisi kritis menyusul perawatan untuk infeksi paru-paru.

23 tahun sebelumnya pada 11 Februari 1990, Nelson Rolihlahla Mandela keluar dari tahanan yang didekamnya selama 27 tahun karena menentang rezim minoritas kulit putih apartheid.

Itu adalah momen menentukan di abad 20.

Setelah membebaskan tahanan politik paling terkenal di dunia, President FW de Klerk menyampaikan satu pesan tegas: setelah berabad-abad penundukkan, jutaan warga kulit hitam Afrika Selatan lainnya akan segera dibebaskan.

Apartheid pun musnah.

"Saya menyapa Anda semua atas nama perdamaian, demokrasi dan kebebasan untuk semua," kata Mandela yang saat itu berusia 71 tahun pada pidato resmi pertamanya setelah 27 tahun dipenjara.

"Saya berdiri di hadapan Anda semua bukan sebagai rasul, namun sebagai abdi nan rendah hati untuk Anda semua, rakyat."

Tanpa mendendam, dia merangkul orang-orang yang memenjarakannya dan telah menyiksa rekan sesama kulit hitamnya demi "rekonsiliasi sejati" di negara itu.

"Dia muncul sebagai orang yang jauh lebih agung ketimbang saat dia masuk (penjara)," kata mantan uskup agung Desmond Tutu.

"Dia telah belajar untuk memahami kerentanan dan kelemahan umat manusia dan menjadi lebih murah hati dalam penilaiannya kepada yang lain."

Empat tahun setelah pembebasannya dan hanya setahun setelah menerima hadiah Nobel Perdamaian, rakyat Afrika Selatan memilih Mandela sebagai presiden kulit hitam pertama negeri itu.

Tidak sebagaimana umumnya politisi, Mandela yang dipenuhi oleh kekuatan moral, tidak pernah menyempal dari prinsipnya.

Pemimpin langka

Namun tugas berpemerintahanya luar biasa, yaitu lebih dari mencegah terjadinya perang saudara.

"Kita masuk ke kovenan bahwa kita akan membangun satu masyarakat di mana semua rakyat Afrika Selatan, baik kulit hitam maupun kulit putih, berdiri sama tinggi duduk sama rendah, tanpa ada rasa takut dalam hatinya, menjamin hak tak terpisahkannya sebagai manusia bermartabat, sebuah Bangsa Pelangi dalam dirinya dan dunia," kata Mandela saat bersumpah jabatan.

Dia berhasil mencegah kekerasan rasial yang serius, sebagian berkat kesederhanaan dan penguasaannya atas simbolisme.

Mungkin dua dari momen paling mulianya sebagai perekonsialiasi terlihat ketika dia minum teh bersama dengan janda arsitek politik apartheid Hendrik Verwoerd dan saat mengenakan kostum klub rugby Springbok untuk menyelamati kemenangan tim yang didominasi kulit putih itu pada Piala Dunia Rugby 1995.

Mandela tetap menjadi simbol pemersatu di negara yang masih dibelit ketegangan rasial dan ketidaksetaraan yang besar itu.

"Kehidupannya mengisahkan satu cerita yang berdiri langsung menghadapi sinisme dan keputusasaan yang sangat sering menimpa dunia kita," tulis Presiden AS Barack Obama dalam kata pengantar otobiografi Mandela.

Namun kriminalitas, kemiskinan dan skandal korupsi telah mengakhiri bulan madu yang dinikmati rakyat Afrika Selatan setelah Mandela mengantarkan "Bangsa Pelangi" tersebut.

"Mandela, di satu sisi, adalah fenomena satu dalam seratus tahun," kata Frans Cronje dari Institut Hubungan Ras.

"Mengira Afrika Selatan akan mencapai level atau standard tata laksana, prilaku, peran dalam politik internasional seperti itu, saya kira terlalu berlebihan."

Lahir di desa Mvezo di salah satu daerah termiskin Afrika Selatan di Transkei pada 8 Juli 1918, Rolihlahla Dalibhunga Mandela adalah cicit Raja Tembu.

Dia diberi nama Inggris "Nelson" oleh seorang gurunya sewaktu di sekolah.

Aktivis sejak menjadi mahasiswa Universitas Fort Hare, Mandela membuka firma hukum kulit hitam pertama di Johannesburg pada1952, bersama sesama aktivis Oliver Tambo.

Dia menjadi panglima Umkhonto we Sizwe (Tombak Bangsa), sayap bersenjata dari Kongres Nasional Afrika, pada 1961, dan setahun kemudian mengikuti pelatihan militer di Aljazair dan Ethiopia.

Siap mati

Setelah lebih dari setahun dalam gerakan bawah tanah, dia ditangkap dan pada 1964 dipenjarakan seumur hidup menyusul persidangan Rivonia di mana dia menyampaikan pidato yang kemudian menjadi manifesto gerakan anti-apartheid.

"Sepanjang hidup saya, saya telah membaktikan diri saya untuk memperjuangkan rakyat Afrika. Saya bertempur melawan dominasi kulit putih dan saya juga bertempur melawan dominasi kulit hitam. Saya menjunjung cita-cita demokrasi dan masyarakat bebas. ...Itu adalah cita-cita kepada mana saya bersiap untuk mati."

Mandela dipenjara di Pulau Robben selama 18 tahun sebelum dipindahkan pada 1982 ke penjara Pollsmoor di Cape Town, lalu ke penjara Victor Verster dekat Paarl.

Selama masa penahanannya, tekanan internasional meningkat kepada Afrika Selatan.

Lalu pada 1989 Presiden P.W. Botha yang berhaluan garis keras digantikan F.W. De Klerk yang lebih rekonsiliatif. 

Setahun kemudian, De Klerk memerintahkan pembebasan Mandela.

"Saya ingin berterus terang bahwa pemerintah telah mengambil keputusan tegas untuk membebasan Tuan Mandela tanpa syarat," kata De Klerk kepada parlemen yang terkejut mendengarnya.

"Masa untuk negosiasi telah sampai." kata dia. "Alternatifnya adalah meningkatnya kekerasan, ketegangan dan konflik."

Kepresidenan Mandela, seperti masa Presiden AS Abraham Lincoln atau PM Inggris Winston Churchill, tak akan dikenang karena pencapaian legislatifnya.

Dia hanya berkuasa dalam satu masa jabatan yang berumur 5 tahun, dan setelah pensiun pada 1999 dia membaktikan energi luar biasanya kendati kondisi fisik yang terus menurun, untuk menengahi konflik-konflik, terutama perang di Burundi.

Pada 1998, pada perayaan HUT-nya yang ke-80, Mandela, setelah bercerai dengan istri keduanya Winnie Madikizela-Mandela, dia menikahi Graca Machel, janda presiden Mozambiq Samora Machel.

Tak pernah melihat anak-anaknya tumbuh selama dipenjarakan, Mandela lalu membaktikan hidupnya untuk kaum muda, menyalurkan uang dari kelompok bisnis untuk membangun sekolah-sekolah di daerah terpencil.

Pada usia 83, dia diagnosis menderita kanker prostat dan sukses menjalani perawatan. Selama hidupanya dia menderita sakit pernafasan.

Dia diagnosis menderita tuberculosis stadium dini selagi dipenjara pada 1988.

Pada Mei 2004, Mandela mengumumkan untuk menurunkan penampilannya di publik demi menikmati hidup yang lebih adem ayem bersama keluarga dan teman-temannya.

Delapan bulan kemudian, dia menggelar jumpa pers di rumahnya bahwa anak laki-laki satu-satunya meninggal dunia karena AIDS. Ini adalah salah satu upayanya mendorong keterbukaan mengenai penyakit ini.

Pada Januari 2011 dia diserang infeksi paru-paru yang pulih pada akhir 2012, lalu kambuh lagi akhir Maret lalu.

Mandela meninggalkan seorang istri, Graca, dan tiga anak perempuannya Maki, Zindzi dan Zenani, serta lusinan cucu dan cicit.

Salah satu penampilan terakhir Mandela di panggung dunia adalah saat membantu membawa turnamen Piala Dunia ke Afrika Selatan pada 2010 yang adalah kali pertama turnamen sepakbola sejagat itu diadakan di benua Afrika.

Dia membuat penonton semarak pada laga final lewat penampilan mengejutkannya dengan menumpang kendaraan golf.

Setelah Piala Dunia, Presiden Jacob Zuma mengatakan membumbungnya kebanggan nasional akibat turnamen itu telah membuat negeri tersebut mendekat untuk mewujudkan visi Mandela.

"Kami sudah sangat dekat, jika tidak sepenuhnya mencapai impianmu, Tata (kakek), menjadi satu bangsa bersatu dalam kebhinekaan, merayakan pencapaian-pencapaiannya dan bekerja bergotong royong."

sumber: AFP

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013