Bali (ANTARA News) - Para  negara  anggota World  Trade  Organization (WTO) akhirnya mencapai  kesepakatan  di  Bali  dengan  mengeluarkan Paket  Bali di  Konferensi  Tingkat Menteri  (KTM-WTO)  ke-9,  di  Nusa  Dua,  Bali, Sabtu  (7/12).

Siaran pers Kementerian Perdagangan yang diterima ANTARA News, Minggu, menyebutkan setelah melalui proses dan konsultasi selama empat hari, para delegasi berhasil menyatukan suara untuk menghasilkan kesepakatan pertama dalam sejarah WTO.

Ini juga merupakan pertama kalinya dalam Putaran Doha tercapai sebuah kesepakatan.

“Ini  merupakan  peristiwa  bersejarah  dan  tentunya  akan  membangkitkan  kembali kepercayaan dunia  terhadap  sistem perdagangan multilateral,” ujar Menteri Perdagangan RI Gita Wirjawan, yang juga berperan sebagai chair dalam pertemuan KTM-WTO ke-9 ini.

Paket  Bali  ini  merupakan  upaya  untuk  menyukseskan  Agenda  Pembangunan  Doha  yang telah dimulai pada  tahun 2001, dan hingga  kini belum  selesai. Dengan kesepakatan Paket Bali ini,  para  negara  anggota WTO  akan  lebih  yakin  untuk  dapat menyelesaikan  Putaran Doha ke depannya.

“Selamat kepada Anda semua yang telah menjaga Agenda Pembangunan Doha tetap hidup, dan memberi kami semua energi dan keyakinan baru untuk menyelesaikan Putaran Doha,” ujar Mendag Gita Wirjawan di hadapan para delegasi pada saat sesi penutupan KTM-WTO ke-9.

Walaupun  kesepakatan  tercapai,  tugas  para  negara  anggota  ke  depannya masih  panjang untuk  bisa  menyelesaikan  ketentuan-ketentuan  yang  tercantum  di  Putaran  Doha.

 “Ini adalah  pencapaian  bersejarah.  Kita  telah melewati  garis  akhir  di  Bali,  tetapi  perjuangan belum berakhir, kita harus menyelesaikan Putaran Doha,” ungkap Mendag.

Paket  Bali  yang  disepakati  fokus mencakup  sepuluh  poin  pembahasan  yang meliputi  isu fasilitasi  perdagangan,  general  services  untuk  pertanian, public stockholding  untuk ketahanan  pangan, Tariff  Rate  Quota untuk  produk  pertanian,  persaingan  ekspor, perdagangan kapas, ketentuan asal barang, perlakuan khusus terhadap penyedia  jasa dari negara  kurang  berkembang,  Duty-Free and Quota-Free (DFQF)  untuk  negara  kurang berkembang,  dan  mekanisme  pengawasan  Special  and  Differential  Treatment  terhadap negara kurang berkembang.

“Masyarakat  dunia  akan  mendapatkan  manfaat  dari  paket  ini, dari  komunitas  bisnis, mereka yang mencari pekerjaan, masyarakat miskin, mereka yang bergantung pada skema ketahanan  pangan,  petani  negara  berkembang,  petani  kapas  negara  berkembang,  dan perekonomian negara kurang berkembang secara keseleruhan,” ujar Direktur Jendral WTO, Roberto Azevedo.

Kesepakatan  di  Bali  ini  merupakan  langkah  besar  yang  positif  bagi  sistem  perdagangan multilateral, yang belakangan ini mulai terkikis oleh inisiatif kerjasama bilateral dan regional yang dilakukan negara-negara.

Meskipun menganut prinsip single undertaking dimana suatu keputusan harus disepakati oleh seluruh anggota, tanpa terkecuali, WTO dengan 159 negara anggotanya terbukti dapat mencapai konsensus.

Pewarta: Desy Saputra
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013