Jakarta (ANTARA News) - "L'histoire se repete" atau sejarah selalu berulang merupakan petuah lama bangsa Perancis yang tragisnya kembali terjadi dan masuk dalam catatan kelam dunia perkeretaapian Indonesia.

Bagaimana tidak tragis ketika Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line Serpong-Tanah Abang bertabrakan dengan truk tanki berisi premium milik Pertamina di Jalan Bintaro Permai, Pesanggrahan, Jakarta Selatan pada Senin tengah hari, sehingga mengakibatkan sekitar enam orang tewas (termasuk masinis) dan lebih dari 70 orang terluka.

Peristiwa tragis tersebut mengingatkan kenangan akan tragedi kereta di daerah yang sama, yaitu Tragedi Bintaro yang juga terjadi hari Senin, pada 19 Oktober 1987 pagi.

Pada peristiwa yang terjadi 26 tahun silam itu, kecelakaan terjadi karena persilangan di luar jadwal tetap sehingga dua kereta baik dari arah Tanah Abang maupun kereta dari arah Rangkas Bitung bertabrakan hebat.

Kecelakaan dengan benturan dahsyat sekitar pukul 07.05 WIB itu hanya berjarak satu perlintasan kereta api dari lokasi kecelakaan yang terjadi 9 Desember 2013.

Akibatnya sekitar 156 jiwa dilaporkan meninggal dunia dan lebih dari 200 orang dikabarkan menderita luka berat dan luka ringan.

Agak berbeda dengan tahun 1987, tragedi Bintaro II yang terjadi pada tahun 2013 ini disebabkan oleh truk tanki yang diduga menerobos pintu perlintasan kereta dan terjebak di tengah-tengah rel.

Sementara KRL Commuter Line yang melaju dari arah Serpong itu melaju dengan kecepatan sekitar 70 kilometer per jam dan menabrak truk pembawa premium yang mudah terbakar itu.

Ditemui beberapa jam setelah terjadinya kecelakaan, Kepala Pusat Komunikasi Kementerian Perhubungan Bambang S Ervan meminta para pengguna jalan untuk meningkatkan kesadaran diri saat mau melintasi pintu perlintasan keretaapi, apalagi terhadap perlintasan dengan sirine yang telah berbunyi dan pintu akan ditutup.

"Perlu adanya kesadaran dari pengemudi bila sirene telah berbunyi dan pintu akan tertutup, agar jangan diterobos," katanya.

Sementara Kepala Daerah Operasi I PT KAI Heru Isnadi menyebutkan kecelakaan antara KRL Commuter Line rute Serpong-Tanah Abang dengan truk tanki bensin milik PT Pertamina diduga akibat pengemudi truk yang tidak disiplin berkendara.

"Kecelakaan terjadi diduga akibat pengemudi truk BBM yang tidak memenuhi peraturan dan menerobos palang pintu," kata Heru pada konferensi pers di Bintaro, Tangerang, Senin (9/12).

Dia menyebutkan truk pengangkut bensin itu diduga memaksa melintasi perlintasan kereta api bahkan saat bel atau sirine sudah dibunyikan dan palang pintu sudah mulai diturunkan dan dalam posisi setengah turun.

Sedangkan pengamat transportasi, Darmaningtyas menilai masyarakat harus disiplin saat berkendara dekat perlintasan kereta api demi menghindari terulangnya kecelakaan kereta di Bintaro tersebut.

"Kecelakaan seperti ini kan bermula dari masyarakat yang tidak mematuhi peraturan," kata Darmaningtyas di lokasi kecelakaan kereta api dengan truk tangki BBM di perlintasan kereta api Bintaro, Jakarta Selatan, Senin (9/12).

Ia juga mengatakan masyarakat harus mematuhi peraturan untuk tidak melintasi rel kereta api ketika palang pintu perlintasan sudah mulai diturunkan.

Sebaliknya, ujar dia, masyarakat juga berhak mendapatkan sosialisasi mengenai bahaya melanggar peraturan tentang perlintasan kereta api.

Selain itu, ia berpendapat bahwa pengembang-pengembang yang membangun perumahan dan jalan yang melintasi jalur kereta api harus ikut bertanggung jawab.

"Developer atau pembangun perumahan dan jalan yang suka memotong jalur kereta api harus ikut bertanggungjawab mengedukasi warga," katanya.

Dengan kata lain, perlintasan sebidang atau daerah persinggungan atau perpotongan antara jalur kereta api dan jalur kendaraan di jalan raya adalah sebuah momok yang sebenarnya telah dikenali sejak lama namun hingga kini masih sebatas wacana dalam membenahinya dengan komprehensif.



Keluhkan Perlintasan Sebidang

PT Kereta Api Indonesia (KAI) mengeluhkan perlintasan sebidang yang tidak kunjung ditutup baik oleh pemerintah pusat maupun daerah tetapi hingga kini hal tersebut masih hanya sebatas wacana yang belum terealisasikan.

"Kami telah mengusulkan baik ke pemerintah pusat maupun Pemerintah Provinsi DKI agar tidak ada lagi perlintasan kereta sebidang," kata Kepala Humas PT KAI Sugeng Priyono di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, pihak KAI sebenarnya menginginkan agar jalur kereta api tidak bersinggungan dengan jalur kendaraan di jalan raya sehingga lebih baik dibuat seperti terowongan atau jalan layang.

Apalagi, ia mengingatkan bahwa masih banyak pengguna jalan raya yang tidak disiplin dan kurang waspada saat menyeberang jalur perlintasan kereta.

Sementara Kepala Bagian Humas Daop I PT KAI Sukendar Mulia menyebutkan, di Jakarta ada 506 lintasan kereta api dengan rincian 186 perlintasan resmi berjaga, 123 perlintasan resmi tanpa penjaga dan 197 perlintasan liar.

"Yang berhak menutup perlintasan liar itu ya Pemda," kata Sukendar.

Namun antara pemerintah daerah dan pusat sendiri terkesan tidak ada koordinasi yang jelas mengenai hal tersebut.

Gubernur DKI Joko Widodo mengemukakan pemerintah pusat sebenarnya telah merencanakan agar semua jalan kereta di ibukota dibuat jalur kereta layang.

Sedangkan Menteri Perhubungan Evert Erenst Mangindaan mengemukakan bahwa perlintasan sebidang juga memerlukan peran pemerintah daerah yang lebih berwenang.

Padahal Kementerian Perhubungan telah menggelar berbagai diskusi terkait perlintasan sebidang itu, seperti diskusi Badan Litbang Kemenhub bertajuk "Program Implementasi Rencana Aksi Peningkatan Keselamatan Perkeretaapian Sesuai Instruksi Menteri Perhubungan Nomor 1 Tahun 2013" pada 21 Februari 2013.

Dalam diskusi tersebut telah disebutkan hasil bahwa perlintasan sebidang memang perlu dihilangkan terutama di daerah rawan kecelakaan.

Namun diakui dalam pelaksanaannya memerlukan kerjasama melalui nota kesepahaman (MoU) dengan berbagai kementerian lainnya seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Negara BUMN dan pemerintah daerah setempat.

Ketika itu rencana aksi yang dijalankan adalah menyusun MoU antara Menteri Perhubungan dengan Menteri Dalam Negeri serta memasang pintu perlintasan pada perlintasan sebidang resmi dan menutup perlintasan liar melalui kerjasama dengan pemerintah daerah dengan harapan agar kecelakaan yang terjadi di perlintasan sebidang dapat dikurangi.

Saat itu pula, Direktur Prasarana Perkeretaapian Ditjen Perkekeretaapian Kemenhub, Arief Heriyanto, dalam paparannya menyebutkan sesuai UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, telah disebutkan perpotongan antara jalur kereta api dan jalan dibuat tidak sebidang, kecuali dapat dilakukan dengan tetap menjamin keselamatan dan kelancaran perjalanan kereta api dan lalu lintas jalan.

"Untuk mengganti perlintasan sebidang pemerintah telah membangun fly over dan underpass di jalan desa, jalan kecamatan, serta jalan kabupaten,"jelas Arief.

Banyak pihak berharap rencana pembenahan perlintasan sebidang yang bagus dan bermanfaat itu tidak lagi menjadi sekadar wacana agar kejadian serupa seperti tragedi Bintaro baik tahun 1987 maupun 2013 tidak berulang kembali di masa mendatang.

(T.M040)

(T.M040/B/A039/A039) 10-12-2013 10:47:51

Oleh Muhammad Razi Rahman
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013