Jakarta (ANTARA News) - Riset terbaru mendapati fakta bahwa sebuah gen berkaitan dengan stres menjadi pemicu serangan jantung atau kematian penderita penyakit jantung 38 persen lebih tinggi ketimbang pasien penyakit jantung tak memiliki gen ini.

Para peneliti dari Pusat Kesehatan Universitas Duke, Durham, North Carolina, menegaskan penemuan ini menjelaskan biologi di balik mengapa sejumlah orang rentan terkena penyakit dan kematian akibat kardiovaskuler.

Tim peneliti berharap rekomendasi penelitian yang disiarkan jurnal online PLOS ONE ini menjadi peluang berharga untuk mengubah perlakuan medis dalam mengurangi kematian akibat serangan jantung.

Profesor kesehatan Redford B. Williams Jr yang juga direktur Pusat Riset Kedokteran Prilaku pada Universitas Duke mengatakan selama ini belum ditemukan varian genetik yang bisa mengidentifikasi bahwa pasien penyakit jantung menghadapi risiko lebih tinggi. 

"Di sini kami memiliki sebuah paradigma untuk lebih maju lagi dalam mempersonalisasi pengobatan penyakit kardiovaskuler," kata dia seperti dilaporkan medicalhealthtoday.com.

Penemuan baru ini dilandasi penelitian sebelumnya yang menemukan satu variasi sekuen DNA dalam gen yang menciptakan reseptor serotonin dan menyebabkan reaksi ekstrem terhadap stres.  Gen ini dinamai 5HTR2C.

Pada riset sebelumnya, para peneliti mendapati bukti bahwa di bawah tekanan stres, orang dengan perubahan SNP tunggal pada gen reseptor serotoninnya memiliki kortisol hormon stres dua kali lebih banyak dibandingkan orang tanpa varian genetis.

Untuk penelitian ini, tim peneliti menganalisis data yang dikumpulkan dari sekitar 6.100 pasien kulit putih selama enam tahun yang sepertiganya perempuan. 

Sekitar 13 persen pasien ternyata memiliki varian gen yang menghasilkan respon stres yang ekstrem.

Para peneliti menemukan bahwa tingkat paling tinggi serangan jantung dan kematian akibat jantung terjadi pada pasien yang membawa varian gen itu.

Bahkan setelah mengoreksi dengan beberapa faktor lain yang mempengaruhi seperti usia, kelebihan barat badan, merokok, atau penyakit lain, para peneliti mendapati fakta bahwa pasien pembawa varian gen itu terkena serangan dan kematian jantung yang 28 persen lebih tinggi dari pasien berkeluhan jantung lainnya.

"Riset ini mungkin suatu saat membantu dalam mengidentifikasi pasien mana yang mesti menjadi calon penerima strategi pencegahan dan treatment yang lebih intensif," kata Dr. Peter Kaufmann, dari Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat (NIH).

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013