... mereka tidak bisa dibawa ke pengadilan. Kan sudah meninggal."
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Y. Thohari berpendapat, penembakan terduga teroris di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, oleh Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri cenderung tidak membawa manfaat bagi pencegahan dan pemberantasan terorisme di Indonesia.

"Penembakan para terduga teroris hingga mati pada saat upaya penangkapan itu tidak memberi manfaat sama sekali bagi upaya pencegahan dan pemberantasan terorisme di Indonesia," ujarnya di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, penembakan para terduga teroris di Ciputat saat upaya penangkapan oleh Tim Densus 88 Antiteror Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tidak membawa manfaat bagi pengungkapan gerakan-gerakan terorisme di Indonesia.

"Hal itu karena kita tidak bisa mengevaluasi motivasi mereka menjadi teroris, sebab mereka tidak bisa dibawa ke pengadilan. Kan sudah meninggal. Jadi, itu tidak ada manfaatnya untuk pemberantasan terorisme," ujarnya.

Oleh karena itu, kata dia, Polri perlu membuat dan menjalankan prosedur penggerebekan dan penangkapan yang tepat, agar para terduga teroris ditangkap dalam keadaan hidup demi kepentingan penyelidikan jaringan terorisme.

"Dengan demikian dapat dilakukan pengungkapan tentang akar-akar terorisme di Indonesia. Ada hal-hal yang harus diungkap supaya tindak terorisme di Indonesia tidak terus terulang," katanya.

Hajriyanto menekankan, pentingnya penangkapan terduga teroris dalam keadaan hidup untuk mencegah fenomena "patah tumbuh hilang berganti" dalam kasus terorisme.

"Jangan sampai terjadi fenomena 'patah tumbuh hilang berganti'. Enam teroris ditembak mati sekarang tanpa pengadilan, nanti tahun depan muncul 12 teroris baru," katanya.

Ia menimpali, "Padahal, kita kan tidak hanya ingin menembaki terduga teroris, tetapi ingin melakukan pencegahan dan pemberantasan terorisme."

Selain itu, dia mengatakan, Polri harus menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah dalam menjalankan tugasnya.

"Kalau kita mengakui Indonesia sebagai negara hukum tentu harus menjalankan asas praduga tak bersalah. Itu berarti seseorang tidak bisa dinyatakan bersalah dan dihukum bila belum dinyatakan bersalah oleh pengadilan," ucapnya.

Selain itu, ia mengatakan, "Jadi, teroris boleh dihukum mati di Indonesia dengan cara ditembak, namun penembakan itu harus berdasarkan keputusan pengadilan."

Ia pun meyakini, Tim Densus 88 Antiteror Polri dapat melaksanakan prosedur penangkapan tanpa harus menembak mati para terduga teroris.

"Saya yakin sekali polisi itu punya banyak instrumen untuk melumpuhkan terduga teroris tanpa harus menembak mati. Itu kan bisa memakai gas air mata biar lumpuh dan bisa ditangkap," ujarnya menambahkan. (*)

Pewarta: Yuni Arisandy
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2014