... jika separuh saja perusahaan di DKI Jakarta menerapkan kebijakan Pemerintah maka dapat dipastikan program penanganan stunting akan berhasil,
Jakarta (ANTARA) - Persoalan stunting masih menjadi pekerjaan rumah di DKI Jakarta meski capaian prevalensi pada 2022 sudah mendekati target nasional 14 persen sehingga pada 2024 harapannya bisa tercapai 5 persen.

Agar bisa menurunkan prevalensi sebanyak itu tentunya Pemprov DKI Jakarta tidak bisa bekerja sendirian, peran pemangku kepentingan (stakeholders) sangat mendukung untuk melakukan percepatan.

Salah satu upaya percepatan dengan memberikan makanan tambahan kepada balita di seluruh posyandu termasuk memantau perkembangannya.

Soal tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) sudah diatur pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Perseroan Terbatas.

Di dalam peraturan itu, Pemerintah mewajibkan perusahaan untuk menjalankan program TJSL termasuk memasukkan sanksi apabila korporasi tidak dilaksanakan.

Meski demikian, tidak ada batasan angka terhadap penerapan TJSL tersebut. Namun, beberapa pemerintah daerah ada yang menetapkan besarannya. Pada umumnya perusahaan menyisihkan 2 -- 4 persen dari keuntungan bersihnya untuk program tersebut.

Adapun untuk penyalurannya memang menjadi kewenangan perusahaan. Akan tetapi, Pemprov DKI Jakarta, melalui Peraturan Gubernur Nomor 112 Tahun 2013 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Dunia Usaha, mengatur soal pembentukan forum agar penyaluran menjadi terkoordinasi.

Berdasarkan regulasi tentang CSR ini seharusnya pengentasan anak dari tengkes atau stunting di DKI Jakarta bisa lebih cepat, apalagi sudah ada kebijakan terkait orang tua asuh yang memudahkan bagi perusahaan agar bisa ikut terlibat di dalamnya.

Bahkan Pemprov DKI Jakarta memberikan apresiasi Padmamitra Award bagi perusahaan dan instansi Pemerintah yang dinilai baik dalam menerapkan program tanggung jawab sosial dan lingkungan dunia usaha yang seharusnya penyaluran bisa menjadi lebih terarah.

Bagi perusahaan, penghargaan di bidang CSR menjadikan sebagai prestasi yang membuat korporasi mereka menjadi lebih terpandang dan terangkat kedudukannya di masyarakat sehingga perusahaan ramai-ramai menyajikan program CSR yang terbaik, termasuk menetapkan pejabat penghubung dengan Pemerintah untuk melakukan koordinasi pelaksanaan di lapangan.
Anak tengah berolahraga berenang. ANTARA/HO-


Inovasi

Meskipun Pemerintah sudah menyiapkan rambu-rambu terkait pelaksanaan program CSR, perusahaan juga tetap dituntut kreatif agar mendapat umpan balik yang positif dari penerima program.

Dengan demikian, kesannya tidak seperti menabur garam di laut yang tidak jelas hasilnya. Jadi, program tersebut tetap membutuhkan sentuhan dalam pelaksanaannya agar mendapatkan hasil yang bermanfaat dan terukur.

Biasanya ada korelasi erat antara perusahaan dengan kinerja keuangan baik dengan pelaksanaan program TJSL yang juga baik dan tepat sasaran.

Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL), Sigit Reliantoro menjelaskan CSR atau kini juga dikenal dengan ESG (environmental, social, and governance atau lingkungan, sosial, dan tata kelola) menjadi hal yang wajib bagi sektor usaha untuk menjamin keberlanjutan bisnisnya.

Kebijakan di bidang CSR dan ESG ini pada akhirnya mendorong perusahaan menerapkan standar ISO 26000: 2010SR di lingkungannya.

Dengan standar tersebut, perusahaan dituntut menjadi lebih bertanggung jawab terhadap dampak yang ditimbulkan dari operasional bisnis.

Menurut ahli yang juga dewan juri salah satu penghargaan CSR, M. Lutfi Handayani, apabila program tanggung jawab tersebut berjalan, banyak masalah sosial-ekonomi di Indonesia teratasi dengan sendirinya.

Kalangan investor sendiri banyak yang bermitra dengan perusahaan yang sudah menjalankan ESG dengan baik karena hal ini juga mencerminkan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan termasuk kehidupan sosial. Artinya, perusahaan itu juga sudah menerapkan tata kelola dengan baik.

Mantan Dirut Bursa Efek Indonesia Dr. Mas Achmad Daniri yang juga ahli di bidang CSR/ ESG menjelaskan perusahaan yang baik harus mampu menyelaraskan program CSR/ESG dengan strategi pertumbuhan bisnis perusahaan yang berkelanjutan.

Sebenarnya untuk mengetahui program CSR/ ESG di dalam suatu perusahaan sudah berjalan dengan baik atau belum dapat dilihat dari penerapan ISO 26000: 2010SR yang tercermin di dalam kebijakan perusahaan.

Hal lain yang juga penting diperhatikan dalam penerapan CSR/ESG, yakni menyangkut aspek perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan pelaporan termasuk kemampuan mengidentifikasi dampak material ESG terhadap bisnis dan strategi pengelolaannya agar perusahaan bisa terus tumbuh berkelanjutan.
Anak-anak tengah menjalani olahraga senam. ANTARA/HO-


Pengukuran

Dalam penerapan CSR/ESG, terdapat beberapa hal yang penting untuk diterapkan, salah satunya melakukan pengukuran atas program yang sudah dijalankan dalam rangka evaluasi dan menyiapkan strategi ke depan yang lebih baik.

Saat ini sudah banyak perusahaan yang makin memahami bahwa CSR sebagai tanggung jawab sosial suatu organisasi/perusahaan, bukan hanya bagian dari unit/divisi CSR/TJSL, tetapi juga melibatkan dan menjadi tanggung jawab bersama terutama untuk memenuhi tujuh subjek utama ISO 26000:2010 SR.

Selain itu terdapat sejumlah temuan dalam penerapan CSR/ESG di lingkungan perusahaan yang meliputi belum seluruh perusahaan menerapkan secara jelas dan detail, terkait identifikasi dampak dari operasional dan keputusan bisnis perusahaan, terhadap masyarakat dan lingkungan, termasuk dampaknya terhadap para pemangku kepentingan.

Padahal tanggung jawab pengelolaan dampak, terutama dampak negatif yang ditimbulkan
perusahaan, adalah salah satu dasar utama dalam penentuan dan pemilihan program CSR yang tepat, agar perusahaan menjadi perusahaan yang bertanggung jawab, sesuai ketentuan ISO 26000: 2010SR.

Apalagi untuk ke depan, regulasi penerapan ESG/CSR akan makin ketat, guna mendukung pembangunan yang berkelanjutan sehingga perusahaan dituntut untuk menerapkan secara bersungguh-sungguh dengan mengikuti aturan yang ada.

Dengan demikian penerapan CSR/ESG yang sungguh-sungguh terhadap program stunting Pemprov DKI Jakarta akan menuai apresiasi dari Pemerintah dan masyarakat yang menjadi sasaran.

Data Badan Pusat Statistik pada 2020 menyebut jumlah perusahaan di DKI Jakarta tercatat 1.600 lebih. Artinya, jika separuh saja menerapkan kebijakan Pemerintah maka dapat dipastikan program penanganan stunting akan berhasil.

Upaya menekan angka stunting bukan perkara mudah di DKI Jakarta tanpa adanya dukungan berbagai pihak. Hal ini karena adanya potensi kasus baru menyusul problem Ibu Kota yang begitu kompleks, yang tidak ditemui di daerah lain. Kasus baru bukan disebabkan karena kemiskinan tetapi lebih disebabkan ibu yang abai terhadap pemenuhan gizi balita karena kesibukannya sebagai perempuan pekerja.

Oleh karena itu, kolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan harus digulirkan secara berkelanjutan untuk melakukan intervensi terhadap balita untuk memastikan tumbuh kembang melalui kecukupan gizi mereka.

Editor: Achmad Zaenal M
 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024