Mudah-mudahan ia kuat menghadapi cobaan ini."
Jakarta (ANTARA News) - Di antara kerumuman ratusan polisi yangberbaur dengan puluhan wartawan serta massa di halaman Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, tiba-tiba terangkat satu tangan milik seorang lelaki berjaket coklat mengarahkan sebutir telur ke kepala mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

Namun, Anas tetap meneruskan langkah ke mobil tahanan KPK secara tenang, meninggalkan bauran polisi, wartawan dan massa pendukung maupun lawannya mencari sang pelempar telur. Ada pula beberapa orang yang menyeka baju karena terkena sebagian isi telur.

"Iya nih saya kena, kamu mau bantu bersihin?" kata loyalis Anas yang juga Sekretaris Jenderal organisasi masyarakat Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), Gede Pasek Suardika, rekan sejawat yang mendampingi kedatangan Anas sejak pukul 13.30 WIB hingga 18.45 WIB di KPK.

Pada Jumat sore atau yang kerap disebut "Jumat Keramat" --lantaran banyak tersangka korupsi ditahan KPK pada hari Jumat-- itu, Anas ditahan KPK karena menjadi tersangka kasus dugaan korupsi penerimaan hadiah terkait pembangunan sarana olahraga Hambalang dan proyek-proyek lain.

Anas ditahan KPK berselang sekitar 10 bulan setelah ditetapkan sebagai tersangka, yakni 22 Februari 2013. Insiden pelemparan telur hanya sepenggal bagian dari cerita Anas terkait Hambalang dan proyek-proyek lain.

Pernyataan Nazaruddin

Kasus korupsi sarana dan prasarana Hambalang awalnya muncul karena pernyataan mantan Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang sudah divonis 4 tahun 10 bulan dalam kasus korupsi Wisma Atlet Palembang, Sumatera Selatan.

Ia meyakini ada penyerahan uang untuk Anas melalui orang dekat Anas, Machfud Suroso, yang juga Komisaris PT Dutasari Citralaras, perusahaan subkontraktor proyek Hambalang.

Proyek Hambalang sendiri pada awalnya hanya beranggaran Rp150 miliar, namun kemudian meningkat drastis menjadi Rp2,5 triliun dengan skema anggaran tahun jamak sehingga pengerjaannya dilakukan oleh banyak perusahaan yang tergabung dalam Kerja Sama Operasi (KSO) PT Adhi Karya dan Wijaya Karya.

Nazaruddin mengatakan, Anas menerima mobil Toyota Harrier senilai sekitar Rp800 juta dari kontraktor PT Adhi Karya untuk memuluskan pemenangan perusahaan tersebut saat masih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Ia juga menuding Anas mendapat sekira sejuta dolar Amerika Serikat (AS) pada Maret 2011 dari proyek Wisma Atlet Palembang. Namun, Anas dalam berbagai kesempatanmembantah tudingan Nazaruddin.

"Saya yakin, satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas," kata Anas di Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Demokrat, Jakarta Pusat, Jumat, 9 Maret 2012. Itulah pernyataan monumental Anas.

Saat KPK berupaya mengungkap kasus Hambalang dan proyek-proyek lain, terjadi kebocoran rancangan (draft) surat perintah penyidikan (sprindik) mengenai ditetapkannya Anas selaku tersangka kasus itu pada awal Februari 2013. KPK terpaksa membentuk Komite Etik untuk mengusut pelaku pembocoran.

Hasilnya, Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja terbukti melanggar kode etik pimpinan. Namun, pelaku pembocoran adalah Wiwin Suwandi yang tugasnya adalah menjadi Sekretaris Ketua KPK Abraham Samad. Dokumen yang beredar tersebut ditandangani Abraham dan belum diberi nomor dan cap KPK. Wiwin akhirnya diberhentikan dari pekerjaannya.

Meski demikian, pada 22 Februari 2013 KPK tetap mengumumkan bahwa Anas disangkakan pasal penerimaan gratifikasi berdasarkan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi yaitu pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 undang-undang (UU) nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tetang penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diketahui bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya; dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 hingga 20 tahun dan pidana denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar.

Pasca-ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Anas pun pada 23 Februari 2013 menyatakan pengunduran diri sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, pemenang Pemilihan Umum (Pemilu) 2009.

"Karena saya punya status hukum sebagai tersangka, maka saya akan berhenti sebagai Ketua Umum Partai Demokrat," kata Anas di kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta.

Anas pun mengendus ada hal yang tidak semestinya dalam penetapan dirinya sebagai tersangka oleh KPK.

"Saya baru berpikir saya akan punya status hukum di KPK ketika ada semacam desakan agar KPK segera memperjelas status hukum saya," ujarnya.

Ia menimpali, "Saya jadi tersangka di KPK setelah saya dipersilakan untuk lebih fokus berkonsentrasi menghadapi masalah hukum di KPK, berarti saya sudah divonis punya status hukum yang dimaksud tentu tersangka."

Pernyataannya tersebut merujuk pada hasil rapat Partai Demokrat pada 8 Februari 2013 yang disampaikan langsung oleh Ketua Dewan Pembina sekaligus Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Sementara langkah penyelamatan diambil Ketua Majelis Tinggi, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum diberi kesempatan untuk memfokuskan diri menghadapi masalah dugaan hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi. Partai Demokrat siap memberi bantuan hukum kepada Anas," kata SBY, yang juga Presiden RI.

Tapi, Anas juga menyatakan, akan mengambil langkah terpisah.

"Hari ini saya nyatakan ini baru permulaan, ini baru awal langkah-langkah besar, ini baru halaman pertama, masih banyak halaman-halaman berikutnya yang akan kita buka dan baca bersama untuk kebaikan kita bersama, jadi ini bukan tutup buku ini pembukaan buku halaman pertama," ungkap Anas.

Halaman kedua

Penahanan Anas oleh KPK bisa saja menandai dimulainya halaman kedua kasus Anas.

Setelah dua kali menolak untuk diperiksa KPK, sehingga KPK menyatakan akan menjemput paksa Anas bersama Brigade Mobil Kepolisian Negara Republik Indonesia (Brimob Polri) bila Anas kembali mangkir, Anas akhirnya memenuhi panggilan pemeriksaan pada Jumat, 10 Januari 2014.

"Saya tidak mangkir, tapi sesuai saran tim penasihat hukum yang memberikan saran bahwa surat panggilannya itu harus ditanyakan apa maksudnya. Saya juga bingung secara pribadi apa yang dimaksud dan atau proyek-proyek lainnya bukan hanya untuk kepentingan saya tapi juga terkait dengan kepentingan para penasihat hukum saat mendampingi agar jelas apa sangkaan kepada saya," kata Anas dalam pernyataan pers di rumahnya di Duren Sawit sebelum datang ke KPK.

Tim pengacara dan loyalis Anas memang memprotes isi sprindik Anas, yaitu sangkaan penerimaan gratifikasi dari proyek Hambalang dan proyek-proyek lain.

Anas pun mengharapkan, agar dalam penyidikan kasusnya, maka KPK bersikap adil, profesional dan transparan, termasuk memanggil orang-orang yang layak dipanggil.

"Dalam penyidikan saya awalnya gratifikasi mobil Harrier, berkembang ke kongres Partai Demokrat, tim relawan saya banyak yang dipanggil, tempat penginapan juga, komentar saya adalah jangan saksi yang layak dipanggil tapi tidak dipangil, saya ingin KPK bekerja adil, profesional, transparan," ujar Anas.

Pihak yang menurut Anas layak dipanggil KPK adalah Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) yang pada saat kongres pemilihan ketua umum Partai Demokrat saat itu menjabat sebagai tim pengarah (steering committee).

Nama Ibas disebut oleh mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Group (perusahaan milik Nazaruddin), Yulianis, menerima 200.000 dolar AS dari perusahaan tersebut untuk keperluan Kongres Partai Demokrat.

Yulianis mencatat pengeluaran uang tersebut dalam bukunya, namun orang yang memberikan uang kepada Ibas adalah Nazaruddin.

Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, pemeriksaan Ibas di KPK dimungkinkan bila Anas Urbaningrum (AU) memberikan keterangan yang benar.

"Pemeriksaan Edhi Baskoro tergantung apakah saudara AU memberikan keterangan kepada penyidik KPK, keterangan itu tidak asal keterangan, tapi didukung bukti-bukti pendukung, karena perlu divalidasi," kata Johan.

Ia pun menegaskan bahwa KPK hanya mengurus masalah hukum dan tidak terlibat dalam politik.

"Yang dilihat KPK adalah domain hukum, bukan kedekatan politik atau kekuasaan. Dia jadi tersangka karena KPK menemukan dua alat bukti yang cukup, pasal-pasal sangkaan diuji di pengadilan nanti," kata Johan.

Namun, ia menolak menjelaskan apa saja proyek-proyek lain yang disangkakan kepada Anas.

Bila ditelusuri, maka Ketua KPK Abraham Samad pada Juli 2013 sempat mengungkapkan proyek lain di luar Hambalang yang terkait dengan Anas, yaitu proyek pengadaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan proyek pendidikan tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional.

Selain itu, KPK juga mendalami dugaan aliran dana dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). KPK misalnya telah memeriksa Direktur Utama PT Bio Farma Iskandar dan Direktur Keuangan PT Bio Farma Mohammad Sofie A Hasan. KPK juga pernah memeriksa Kepala Divisi Operasi III PT Pembangunan Perumahan Lukman Hidayat meski PT PP bukan termasuk BUMN yang melakukan kerja sama operasi (KSO) proyek Hambalang.

Tim pengacara Anas juga masih mempertimbangkan apakah akan mengajukan gugatan praperadilan terhadap kliennya.

"Upaya hukum kan memang begitu. Kalau pihak tersangka merasa penahanannya itu bertentangan dengan hukum acara dan UU, maka KUHAP menyediakan satu forum untuk menguji sah atau tidaknya penahanan, itu harus kita diskusikan dengan yang bersangkutan, apakah beliau mau menggunakan upaya itu," kata salah seorang anggota tim pengacara Anas, Patra M. Zen, saat menjenguk Anas di Gedung KPK Jakarta, Jumat malam.

Patra dan tim pengacara Anas tidak mendampingi kliennya saat datang ke KPK, sehingga Anas selama 4 jam di KPK pun tidak menjalani pemeriksan karena sesuai dengan ketentuan seorang tersangka harus didampingi oleh pengacara saat diperiksa.

Anas juga menolak untuk ditahan karena tidak didampingi kuasa hukum, tapi hal itu tidak menghalangi kewenangan KPK untuk menahan Anas.

Anas ditahan di sel yang pernah ditempati mantan Bupati Buol Amran Batalipu, yang berada di ruang bawah gedung KPK dengan fasilitas tempat tidur dan lemari kecil, tanpa penyejuk udara namun dilengkapi kipas angin.

Ia pun harus menggunakan kamar mandi bersama-sama dengan tahanan lain.

KPK juga mengkondisikan Anas tidak berhubungan dengan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Alifian Mallarangeng yang juga sudah ditahan di rutan KPK terkait kasus dugaan korupsi pembangunan proyek Hambalang. Andi ditahan di lantai atas Gedung KPK.

Untuk makanan, pihak keluarga Anas mengatakan, akan sepenuhnya mengirimkan makanan untuk Anas.

"Tadi kami di dalam bersama keluarga menyampaikan bahwa mohon hak mas Anas untuk konsumsinya itu sepenuhnya akan dikirim dari keluarga. Jadi silakan uang rakyat, uang yang digunakan untuk konsumsi para tahanan digunakan untuk tahanan yang lain," kata Gede Pasek dalam pernyataan pers di markas PPI Jakarta, Jumat malam.

Ia berharap, agar KPK menjaga keamanan Anas selama di tahanan, apalagi dengan adanya fenomena insiden pelemparan telur.

"Kami sendiri, yakin tidak akan terjadi apa-apa di sana. Pimpinan KPK pasti akan bertanggung jawab, tapi melihat fenomena tadi, hal kecil saja tidak mampu diamankan, jadi wajar keluarga berkepentingan menjaga rasa aman," ujar Gede Pasek.

Keluarga Anas pada Jumat sekira pukul 22.00 sudah mengantarkan satu koper berisi berbagai keperluan Anas, yaitu Al Quran, baju, alat shalat, sarung dan makanan.

Ibunda Anas, Sriyati yang tinggal di Desa Ngaglik, Blitar, Jawa Timur, mengatakan bahwa keluarga tetap berharap Anas kuat menghadapi cobaan dan keluarga tetap mendoakan secara tulus.

"Mudah-mudahan ia kuat menghadapi cobaan ini. Orang tua hanya mendoakan dan berharap lekas selesai. Anas orangnya pendiam dan hemat bicara. Jika urusan yang menyangkut dengan hal besar, maka jarang dibicarakan," kata Sriyati.

Anas pantas membalas dukungan yang telah diberikan oleh keluarga dan loyalisnya. Sesungguhnya Anas juga menyampaikan "balasan" terima kasih kepada pimpinan dan penyidik KPK dan tidak ketinggalan untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Di atas segalanya saya berterima kasih kepada Pak SBY, sesudah peristiwa ini punya arti, punya makna dan menjadi hadiah tahun baru 2014, yang lain-lain nanti saja, yang saya yakin adalah ketika kita berjuang tentang kebenaran dan keadilan, ujungnya kebenaran akan menang, terima kasih," kata Anas saat keluar dari Gedung KPK sambil mengenakan rompi tahanan KPK berwarna oranye.

Anas memang menjadi tersangka pertama yang ditahan oleh KPK pada 2014 ini. Ia sempat mengemukakan kasusnya ibarat buku, yang akan dibukanya halaman demi halaman. Masyarakat agaknya harus rela menunggu halaman-halaman berikutnya yang akan dibuka Anas Urbaningrum. (*)

Oleh Desca Lidya Natalia
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2014