Jakarta (ANTARA) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta berharap masyarakat bisa mengolah bahan pangan segar menjadi pangan olahan untuk menyikapi inflasi atau kenaikan harga yang terjadi di momen tertentu.

"Pangan segar yang diolah jadi pangan olahan bisa tahan lebih lama sehingga saat pasokan berkurang di sentra produksinya, kita bisa mengonsumsi yang sudah diolah tadi," kata Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi DKI Jakarta Sahminan di Jakarta, Sabtu

Dalam Talkshow bertajuk "Kreasi Pangan Olahan: Konsumsi Sehat, Lezat dan Inflasi Terjaga" yang digelar dalam rangkaian Jakreatifest 2024 , Sahminan menjelaskan, kenaikan harga bahan pangan segar seperti cabai merah, cabai rawit dan bawang merah menjadi salah satu pemicu inflasi di Jakarta.

Meski porsi konsumsi cabai merah hanya sekitar 0,33 persen, cabai rawit 0,2 persen dan bawang merah 0,31 persen, namun kenaikan harga komoditas tersebut bisa mencapai 50-100 persen karena masih sangat bergantung pada faktor cuaca yang mempengaruhi produksinya.

Komoditas hortikultura seperti cabai dan bawang memang sangat bergantung pada kondisi iklim dan cuaca. Di bulan Maret hingga Mei, misalnya, produksi cabai melimpah sehingga harga di pasaran turun.

 Baca juga: BI DKI sebut inflasi terkendali yang didukung lancarnya pasokan pangan

Sebaliknya, saat cuaca memburuk, produksi anjlok sehingga pasokan berkurang dan harga melonjak. "Jadi meski porsinya dalam pengeluaran kecil, cuma 0,33 persen, kalau kenaikannya bisa 300 persen, tentu lumayan juga," tuturnya.

Karena itu, pengolahan bahan pangan segar menjadi salah satu strategi untuk merespons inflasi yang terjadi. Di sisi lain, masyarakat juga perlu mempertimbangkan aspek kesehatan dan rasa enak dalam pengolahan bahan pangan.

Adapun dari sisi ekonomi, pengolahan bahan pangan segar diharapkan bisa mendorong stabilitas harga pangan yang dikonsumsi masyarakat terutama saat produksi turun.

Sahminan mengatakan dorongan untuk melakukan pengolahan pangan perlu dilakukan oleh masyarakat Jakarta lantaran pasokan pangan segar ibu kota masih ditopang oleh wilayah luar Jakarta. Tercatat sekitar 98 persen kebutuhan makanan di Jakarta berasal dari sentra produksi di luar Jakarta.

Kebutuhan pangan pun bertambah karena pada siang hari, Jakarta mendapatkan tambahan warga dari wilayah sekitar yang bekerja atau sekolah dan kuliah di Jakarta.

"Jakarta itu unik karena ada 'penduduk siang', penduduk Jakarta yang 10,33 juta jiwa, di siang hari ada tambahan 3,3 juta dari sekitar Jakarta yang kerja atau kuliah di Jakarta," kata Sahminan.

Baca juga: BPS: Inflasi Jakarta pada April dipengaruhi harga bawang merah

Di kesempatan yang sama, Celebrity Chef Firhan Ashar menjelaskan bahan pangan segar bisa diolah untuk memperpanjang masa simpannya. Sejumlah cara yang bisa digunakan adalah dengan direndam di dalam minyak, dibekukan hingga dikeringkan.

"Saya pernah membeli bawang bombay yang sudah diiris dan direndam dalam minyak. Rasanya tidak berubah sama sekali, bahkan bisa awet sebulan di dalam kulkas dan tiga bulan di freezer. Itu akan cuan banget buat pemilik restoran, beli saat murah dan disimpan," katanya.

Contoh metode pengolahan bahan pangan lain adalah dengan dibekukan dan dikeringkan yang bisa diterapkan untuk cabai.

"Cabai kering juga enak buat sambal, Hasilnya bakal lebih cantik dan lebih merah, seperti di Malaysia, ada sambal dari cabai kering. Itu enak sekali dan belum umum di Indonesia," kata Chef Firhan.
 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024