“KPU laksanakan saja putusan MK. Tidak perlu diperdebatkan lagi," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, hakim MK bukanlah orang bodoh yang tidak memahami persoalan. Sebagai negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum, lanjut dia, maka putusan final MK harus diikuti.
“Gak usah diperdebatkan omongan orang-orang yang sok tahu. Putusan MK itu ada pertimbangan-pertimbangannya, dibaca saja,” katanya menegaskan.
Diingatkan Jimly, negara ini bukanlah milik perorangan ataupun kelompok tertentu. Kata dia, Mereka yang sok pintar itu juga hanya salah satu dari jutaan masyarakat pemilik bangsa ini. Negara sudah membuat sistem hukum melalui MK.
Persoalan anggaran biaya PSU, menurut Jimly, tidak perlu juga dipersoalkan. Karena menghormati putusan MK yang sudah final, jauh lebih tinggi harganya dari sekedar uang.
“Ini kemuliaan tertinggi itu menghormati putusan (pengadilan). Kita itu bernegara, jadi keadilan harus ditegakkan,” katanya menegaskan.
Mantan ketua MK lainnya, Hamdan Zoelva, menyebut putusan MK atas perkara Irman Gusman merupakan putusan yang landmark decision. Dijelaskannya, Irman maju mengajukan gugatan bukan sebagai calon di Pileg DPD dapil Sumbar tetapi baru bakal calon.
“Saya kira baru pertama di Indonesia seorang bakal calon diberi legal standing sengketa pemilu. Kalau pilkada memang sering tapi sengketa pemilu baru pertama kali,” katanya.
Dari sisi putusan, lanjut Hamdan, juga baru pertama kali terjadi di Indonesia. Dimana satu dapil, satu provinsi harus dilakukan pemungutan suara ulang.
"Menurut saya itu (keputusan MK) keputusan yang luar biasa. Saya memberi apresiasi yang sangat tinggi kepada MK yang mengambil putusan itu,” katanya menegaskan.
Baca juga: Dosen: KPU harus patuhi putusan MK terkait masa jabatan kepala daerah
Baca juga: Irman Gusman: Putusan MK bukti tegaknya hukum dan demokrasi
Baca juga: KPU gelar rakor persiapan tindak lanjut putusan MK
Pewarta: Fauzi
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024