Surabaya (ANTARA News) - Sebagian masyarakat Jatim mulai merasakan manfaat dari layanan BPJS Kesehatan, karena tidak membayar sama sekali biaya melahirkan secara operasi (caesar), padahal BPJS belum berjalan dua bulan.

"Tetangga saya yang melahirkan secara operasi tidak membayar sama sekali, kecuali biaya administrasi sekitar Rp100 ribu, padahal biaya melahirkan secara caesar itu minimal Rp5 juta," kata warga Wonocolo, Surabaya, Lilik, Minggu.

Oleh karena itu, dirinya menyarankan tetangganya yang lain untuk mendaftarkan diri sebagai anggota BPJS Kesehatan yang beralamat Jalan Darmahusada Indah atau Jalan Raya Jemursari, Surabaya.

"Tinggal memilih layanan kelas 1, 2, atau 3, karena biaya bulanannya berbeda, tapi kelas 1 pun tidak sampai Rp50 ribu. Hanya saja, kepesertaan BPJS itu per jiwa, bukan per keluarga. Saya kira ada plus minus, tapi insya-Allah akan banyak plus-nya, kok," katanya.

Secara terpisah, Sekjen Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) Jawa Timur, Jamaludin, menyatakan pelayanan kesehatan yang diberikan pasca-BPJS dalam kurun sebulan lebih masih buruk, karena peserta BPJS Kesehatan seperti mantan peserta JPK Jamsostek masih ditolak klinik atau rumah sakit yang selama ini melayani dengan alasan tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

"Selain itu, peserta BPJS yang menjalani rawat inap melebihi tujuh hari diminta pulang dan rawat jalan, meski peserta yang bersangkutan belum sembuh. Kami juga menemukan masih ada peserta BPJS Kesehatan yang dipalak dengan dalih obat standar generik habis. Periksa darah dan rontgen diminta membayar dengan alasan tidak ditanggung, lalu tindakan operasi diminta membayar," katanya.

Sebelumnya, masyarakat yang berpenyakit kronis bisa memperoleh rujukan yang berlaku selama tiga bulan dan obat satu bulan, tapi saat ini dibatasi sehingga peserta harus bolak-balik ke fasilitas kesehatan untuk mendapat rujukan dan obat, sebab obat yang dibutuhkan hanya bisa digunakan untuk satu pekan.

Menurut dia, Pemerintah Provinsi Jawa Timur harus segera melakukan koordinasi, sinkronisasi dan harmonisasi dengan pemerintah pusat dan BPJS Ketenagakerjaan serta BPJS Kesehatan, terutama terkait data kepesertaan yang valid dan akurat sehingga seluruh rakyat terutama kaum buruh/pekerja dan rakyat miskin dapat terjamin.

"Kami juga mendesak pemerintah daerah untuk melakukan sosialisasi Sistem, Regulasi dan Mekanisme BPJS hingga kepada buruh dan rakyat miskin melalui pelibatan jaringan birokrasi hingga ke desa, atau jaringan aparat pemerintah lainnya," katanya.

Pihaknya juga berharap Jamkesda Provinsi dan Kabupaten/Kota diintegrasikan dan dikonversikan ke program jaminan kesehatan BPJS Kesehatan. Selain itu, pemerintah daerah juga perlu mempercepat merevitalisasi fasilitas kesehatan, terutama rumah sakit dan puskesmas, sarana, dan tenaga kesehatan.

"Kepesertaan BPJS Kesehatan di Jatim juga belum maksimal, karena kepesertaan awal pada 1 Januari 2014 baru 17.330.767 jiwa dari 39 juta lebih atau sekitar 45 persen penduduk Jatim, apalagi jumlah yang ada selama ini merupakan peserta Jamkesmas, Jamsostek dan Askes yang ada," katanya.

Pewarta: Edy M Ya'kub
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014