Jakarta, 19 Februari 2014 (ANTARA) - Dukungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk pengembangan komoditas Mutiara terus dilakukan. Salah satunya dengan mendirikan Rumah Mutiara Indonesia (RMI) di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Rumah rujukan Mutiara Laut Selatan ini mempunyai multi fungsi bagi perkembangan bisnis mutiara ke depan. RMI yang dijadikan sebagai Bursa Mutiara Regional, juga berfungsi untuk melayani sorting dan grading mutiara yang memenuhi SNI untuk ekspor. Fungsi ini sangat penting mengingat kualitas mutiara menjadi prasyarat yang menentukan harga mutiara di pasar dunia. Demikian ditegaskan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo, seusai meresmikan Rumah Mutiara Indonesia, di Lombok NTB, Selasa (19/2).

Menurut Sharif, RMI juga berfungsi untuk memberikan informasi dan edukasi mengenai mutiara Indonesia kepada masyarakat serta mempromosikan mutiara Indonesia ke pasar dunia. RMI juga merupakan rumah lelang Mutiara Indonesia, yang dibangun di depan kawasan Bandara Internasional Lombok di Tanah Awu, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, NTB. Selain sebagai wahana pelelangan mutiara berkualitas dunia yang diproduksi di pulau lombok NTB, RMI juga diharapkan bisa menarik wisatawan sebanyak-banyaknya ke daerah NTB. “Nantinya RMI menyediakan fasilitas untuk melakukan transaksi/bisnis mutiara serta memberikan bimbingan dan pelatihan kepada pelaku usaha agar dapat meningkatkan mutu produk sesuai standar internasional,” ujarnya.

Sharif mengatakan, mutiara merupakan salah satu komoditas unggulan sektor kelautan dan perikanan yang memiliki prospek pengembangan usaha sangat baik. Untuk itu, keberlangsungan mutiara Indonesia menjadi fokus perhatian KKP. Di antaranya, KKP telah melakukan penyusunan tata ruang (zonasi) untuk kawasan budidaya yang ramah lingkungan, penyediaan induk/bibit yang berkualitas, memenuhi volume/kuantitas yang dibutuhkan, serta pemanfaatan dan pengelolaan RMI semaksimal mungkin untuk pengembangan mutiara, baik untuk Provinsi NTB maupun daerah lainnya yang memiliki potensi pengembangan Mutiara Laut Selatan (South Sea Pearl). Prospek Mutiara sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan permintaan perhiasan dari mutiara dan harganya yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

 

Pasar Mutiara Dunia

Sharif menjelaskan, pasar mutiara dunia saat ini didominasi 4 jenis mutiara. Yaitu, Mutiara Laut Selatan (South Sea Pearl) dengan negara produsen adalah Indonesia, Australia, Filipina dan Myanmar dengan produksi per tahun sebesar 10-12 ton. Kedua, Mutiara Air Tawar (Fresh Water Pearl) dengan negara produsen adalah China dengan produksi per tahun sebesar 1.500 ton. Ketiga, Mutiara Akoya (Akoya Pearl) dengan negara produsen adalah Jepang dan China dengan produksi per tahun sebesar 15-20 ton.  Keempat, Mutiara Hitam (Black Pearl) dengan negara produsen adalah Tahiti dengan produksi per tahun sebesar 8-10 ton.

Sejak tahun 2005, tambahnya, dari segi volume Indonesia merupakan produsen SSP terbesar di dunia. Indonesia memasok 43% kebutuhan dunia. Sedangkan dari segi nilai perdagangan, Indonesia menempati urutan ke-9 dunia. Dengan nilai ekspor sebesar US$ 29.431.625, atau 2,07% dari total nilai ekspor mutiara di dunia yang mencapai US$ 1.418.881.897. Indonesia berada di bawah Hongkong, China, Jepang, Australia, Tahiti, USA, Swiss dan Inggris. "Negara tujuan ekspor mutiara Indonesia adalah Jepang, Hongkong, Australia, Korea Selatan, Thailand, Swiss, India, Selandia Baru dan Perancis," jelasnya.

Menurut Sharif, SSP Indonesia memiliki keunikan, berupa warna maupun kilaunya yang mempesona dan abadi sepanjang masa, sehingga sangat digemari di pasar internasional, dan biasanya diperdagangkan dalam bentuk loose dan jewelery (perhiasan). Sentra pengembangan Pinctada maxima di Indonesia tersebar di beberapa daerah yaitu Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara dan Papua Barat. Pelaku usaha budidaya mutiara SSP di Indonesia pada tahun 2013 tercatat sebanyak 23 perusahaan yang terdiri dari perusahaan swasta nasional (PMDN) sebanyak 17 perusahaan dan Perusahaan Modal Asing (PMA) sebanyak 6 perusahaan, di mana 21 perusahaan di antaranya telah tergabung dalam ASBUMI.

Sharif menegaskan, KKP optimis dapat meningkatkan nilai ekspor mutiara mengingat Indonesia memiliki dan menguasai faktor-faktor pendukung. Di antaranya, areal budidaya, tenaga kerja, peralatan pendukung dan teknologi. Untuk merealisasikan target tersebut, KKP telah melakukan dukungan antara lain, pembangunan Broodstock Center kekerangan di Karang Asem, Bali. Di tempat ini terdapat stok induk sebanyak 190 ekor dan tahun 2013 ditambah sebanyak 157 ekor. Kedua, dalam rangka menjaga mutu mutiara, KKP telah mengeluarkan aturan pengendalian mutu mutiara yang masuk ke Indonesia. Ketiga, membentuk Sub Komisi Mutiara Indonesia pada Komisi Hasil Perikanan di bawah koordinasi Ditjen P2HP. Keempat, mendorong terbitnya Standar Nasional Indonesia (SNI) mutiara yang sekarang telah terbit (SNI 4989:2011). "SNI 4989:2011 digunakan sebagai dasar dalam menyusun Standar Operating Procedure (SOP) Grading mutiara, serta perlu ditindak lanjuti dengan membuat Indonesia Quality Pearl Label (IQPL)," tuturnya.

Dukungan selanjutnya kata Sharif, untuk mempromosikan SSP Indonesia, sejak tahun 2011 KKP bekerjasama dengan ASBUMI telah menyelenggarakan Indonesia Pearls Festival (IPF). Pameran ini sebagai agenda tahunan dalam rangka penguatan branding SSP Indonesia di pasar domestik dan internasional. Sedangkan, untuk melindungi para produsen mutiara Indonesia, Ditjen P2HP bersama Sub Komisi Mutiara Indonesia dan pemerintah daerah telah menerapkan pola kemitraan dengan konsep 4 pilar yaitu nelayan/pembudidaya, peneliti, pengusaha dan pemberdayaan masyarakat pesisir untuk usaha budidaya mutiara seperti yang terjadi di Kabupaten Buleleng, Bali.  Terakhir adalah membangun Pusat Promosi Pemasaran dan Lelang Mutiara atau yang lebih dikenal “Rumah Mutiara Indonesia” seperti yang berada di kawasan Bandara Internasional Lombok (BIL) Lombok Tengah, NTB. “Saat ini usaha budidaya mutiara telah memberikan multiplier effect atau economy benefit yang luas bagi masyarakat. Keberadaan usaha budidaya mutiara tidak hanya memberikan manfaat langsung kepada para pelaku usaha budidaya, tetapi juga kepada pengusaha skala UMKM hingga pengusaha besar,” tambahnya.

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Anang Noegroho, Plt. Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP. 0811806244)

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2014