Jakarta, 23/2 (ANTARA) -- Udang merupakan salah satu komoditas  utama dalam industrialisasi perikanan budidaya. Komoditi ini memiliki nilai ekonomis tinggi (high economic value) serta permintaan pasar yang juga tinggi (high demand product).  Udang bahkan sampai saat ini merupakan primadona ekspor produk perikanan budidaya.Untuk itulah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mengembangkan inovasi baru dalam budidaya udang. Salah satu teknologi yang diterapkan adalah teknologi supra intensif berbasis blue economy. Teknologi ini mampu meningkatkan panen udang lebih baik dari biasanya. Di antaranya, tambak udang supra intensif di Kabupaten Barru  mampu memproduksi udang 153 ton per hektar. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo saat mendampingi Presiden Republik Indonesia (RI) pada kunjungan kerja di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, Sabtu (22/2). Pada kunjungan kerja tersebut Presiden RI dan Ibu Hj. Ani Bambang Yudhoyono beserta rombongan meninjau budidaya kepiting lunak (soka), pengembangan teknologi budidaya rajungan, budidaya udang, bandeng dan ikan nila air payau di tambak pendidikan Universitas Hassanudin di Desa Kupa, Kecamatan Mallusetasi, Kabupaten Barru.

Di sela kunjungan Sharif menjelaskan inovasi teknologi supra intensif sendiri merupakan hasil penemuan Hasanuddin Atjo, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi Tengah. Budidaya udang supra intensif mengintegrasikan sistem budidaya hulu dan hilir. Di mana sistem ini mengutamakan penggunaan benih unggul, standardisasi sarana dan prasarana, penggunaan teknologi budidaya yang akurat dan tepat, pengendalian kesehatan ikan dan lingkungan serta pengelolaan usaha yang baik. Dimana kelimanya harus diimplementasikan secara simultan dan konsisten. "Selaras dengan program KKP, Ditjen Perikanan Budidaya melalui Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara sedang mengembangkan budidaya udang supra intensif yang berbasis blue economy," jelasnya.

Menurut Sharif, budidaya udang supra intensif berbasis blue economy akan menjadikan limbah yang dihasilkan dari budidaya udang supra intensif ini, sebagai bahan baku pakan ikan nila dan juga sebagai pupuk tanaman. Sehingga nilai tambah dari usaha budidaya yang dihasilkan muncul karena output dari satu usaha menjadi input dari usaha lainnya, sesuai dengan prinsip Blue economy. Apalagi, prinsip penggunaan teknologi dalam budidaya udang supra intensif salah satunya adalah untuk mengendalikan limbah organik. Sehingga setiap 6 jam sekali limbah organik dibuang secara mekanik, mengggunakan central drain yang ada di dasar tambak, untuk mengurangi racun dalam air. Kadar oksigen dalam air juga dijaga dengan menggunakan kincir air, turbo jet dan blower. "Sedangkan untuk pemberian pakan digunakan auto feeder yang sudah diprogram frekwensi dan jumlah pakan yang diberikan," jelasnya.
  

Zonasi Tambak

Sharif menegaskan, untuk lebih mendorong berkembangnya usaha budidaya ikan dan udang, KKP melakukan penyusunan Peraturan Menteri ( Permen ) yang isinya akan mengatur tahapan teknologi dalam usaha budidaya. Salah satu yang akan diatur dalam Permen ini adalah tentang zonasi tambak atau usaha budidaya. Sehingga nantinya tidak akan ada tumpang tindih penggunaan lahan dan penerapan system klaster akan lebih mudah dilakukan. Sistem ini juga akan menghindari adanya kontaminasi dan pencemaran yang dapat menyebabkan kegagalan dalam suatu usaha budidaya. Salah satu implementasinya adalah sistem tambak demfarm yang tengah dikembangkan KKP. "Sistem ini memberikan percontohan pola pengelolaan usaha budidaya tambak berbasis klasterisasi, memberikan contoh strategi mitigasi penyakit dan degradasi lingkungan, dan sebagai embrio bagi percepatan pengembangan kawasan budidaya udang," jelasnya.

Menurut Sharif, program revitalisasi tambak ini merupakan bagian dari program revitalisasi perikanan, pertanian, dan kehutanan yang pernah dicanangkan oleh Presiden RI pada tahun 2005. Khusus untuk perikanan, baru pada tahun 2012, benar benar terealisasi. Untuk menggenjot produksi udang nasional, KKP melalui program revitalisasi berhasil mengoptimalkan lahan tambak dengan membuat model percontohan berupa demontrasi farm atau 'demfarm'. Hasilnya, produksi udang nasional tahun 2013 mencapai sekitar 619.000 ton (data sementara). Perincian berdasarkan data terbaru Ditjen Perikanan Budidaya  yaitu udang vaname 400.000 ton, udang windu 130.504 ton, serta udang lainnya 88.896 ton. "Udang juga sebagai komoditas andalan sumber devisa negara. Tercatat tahun 2013 diperkirakan nilai ekspor udang nasional menyumbang devisa sebesar US$1,54 miliar, atau naik 18,23% dibandingkan tahun 2012 yang mencapai US$1,3 miliar ," katanya.

Sharif mengatakan, program revitalisasi tambak dengan demfarm juga telah memberikan efek luar biasa bagi petambak udang tradisional maupun masyarakat di sekitar lokasi tambak demfarm. Terbukti dari tambak yang sebelumnya mangkrak dan kurang produktif, saat ini mulai produksi. Bahkan, peningkatan produksi tersebut berkorelasi positif dengan bertambahnya luasan tambak budidaya udang, di sekitar tambak demfarm. Tercatat ada penambahan luasan tambak baru yang mencapai 675 hektare (ha) di 6 lokasi tambak demfarm yakni Serang, Tangerang, Karawang, Subang, Indramayu dan Cirebon. Penambahan areal pertambakan secara langsung akan meningkatkan kesejahteraan petambak dan pekerja tambak. "Program revitalisasi tambak juga mampu menyerap tenaga kerja baik musiman maupun pekerja tetap sebanyak 130.000 orang," katanya.

Menurut Sharif, saat ini Indonesia memiliki potensi tambak nasional seluas 1,2 juta hektar, dengan luas existing tambak produktif 749.000 ha. Luasan tersebut juga merupakan lahan - lahan yang idle yang terbengkalai dan paling banyak di pulau Jawa,  Kalimantan, Lampung, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan NTB. Dari total tambak produktif sekitar 50% atau seluas 374.000 ha merupakan tambak udang. Untuk itulah KKP memberikan contoh pola pengelolaan budidaya tambak berbasis klasterisasi, memberikan contoh strategi mitigasi penyakit dan degradasi lingkungan. Revitalisasi tambak dilakukan dengan sistem budidaya ramah lingkungan dan berkelanjutan ( sustainable ). KKP juga menginisiasi membentuk kluster / kelompok yang efektifnya 10 ha per kluster baik untuk udang windu dan vaname. "Pada setiap kluster diterapkan good aquaculture process, biodiversity, serta mencegah masuknya udang, baik itu berupa indukan, benih, maupun pakan segar dari luar negeri seperti dari Thailand, Vietnam, Malaysia," jelasnya.

Sharif menambahkan, KKP telah mengeluarkan Peraturan Menteri terkait pencegahan masuknya udang dari luar negeri. Peraturan tersebut sebagai upaya regulasi pemerintah untuk mengantisipasi masuknya virus dari luar negeri. Terkait pencegahan tersebut juga telah dibentuk tim reaksi cepat terdiri dari DJPB, Pihak mitra, SCI (Shrimp Club Indonesia), dan Pemerintah Daerah.  Hasilnya, Indonesia merupakan satu-satunya negara produsen udang di dunia yang bebas dari penyakit EMS (Early Mortality Syndrome). Penyakit yang sangat ditakuti tersebut tengah menyerang beberapa negara produsen udang di Asia, seperti Thailand (sejak tahun 2009), Vietnam, dan Malaysia. "Kondisi tersebut juga memberikan peluang bisnis bagi Indonesia untuk mengisi kekurangan suplai dan ketersediaan bagi kebutuhan konsumsi udang dunia," tambahnya

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Anang Noegroho, Plt. Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP. 0811806244)



Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2014