“Fungsi mediator sampai saat ini belum kita lakukan,” kata Amrih dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Menurut dia, Indonesia selama ini lebih banyak berkontribusi pada diplomasi yang lebih luas atau secara khusus melalui Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Salah satu faktor yang menyebabkan Indonesia tidak berperan langsung sebagai mediator yaitu karena tidak ada hubungan diplomatik dengan Israel.
“Karena kalau kita ingin menjadi mediator kan tentunya kita harus dipercaya oleh kedua belah pihak. Mungkin salah satunya isu (tidak ada hubungan diplomatik) itu, karena kita dianggap terlalu parsial oleh pihak sana (Israel),” tutur Amrih.
Baca juga: Jerman dukung mediasi Turki, Mesir, dan Qatar di Gaza
Sementara itu, Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kemlu RI Abdul Kadir Jailani mengakui bahwa peran Indonesia sebagai mediator untuk mendamaikan Israel dan Palestina telah seringkali didengar dan sebenarnya memang ideal untuk dilakukan.
Namun, ia mengatakan bahwa setiap konflik memiliki dinamika masing-masing dan tentunya ada negara-negara tertentu yang memiliki posisi lebih baik untuk melakukan peran yang lebih penting, seperti menjadi mediator.
“Bukan berarti Indonesia tidak mau, tetapi kita juga perlu memperhatikan dinamika politik. Kita harus secara realistis dan pragmatis untuk melihat peran kita,” kata Kadir.
Salah satu peran strategis yang Indonesia jalankan yaitu upaya Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, sebagai utusan khusus OKI untuk isu Palestina, melakukan serangkaian perjalanan ke luar negeri untuk menemui para menlu negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan banyak negara lainnya.
“Ini menunjukkan peran aktif kita, dan kita selalu mendorong bagaimana untuk menghentikan semua kekerasan di Gaza saat ini, menjamin tersalurkannya bantuan kemanusiaan, dan mewujudkan two-state solution,” ujarnya.
Baca juga: Qatar, mediator konflik terkemuka di dunia
Baca juga: China bersama Rusia siap mediasi krisis Timur Tengah
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Primayanti
Copyright © ANTARA 2024