Hal itu disampaikan oleh Saldi dalam sidang lanjutan Perkara Nomor 70/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis. Saldi mengatakan, Anwar Usman telah mendeklarasikan keinginannya itu di dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH).
“RPH beberapa waktu yang lalu itu sudah mendengar langsung dari Yang Mulia Anwar Usman. Jadi, ini bukan diminta siapa-siapa, beliau tidak akan ikut memutus yang berkaitan dengan syarat usia ini,” kata Saldi.
Saldi merasa perlu menyampaikan sikap Anwar Usman tersebut agar semua pihak tidak curiga kepada mantan Ketua MK itu.
“Jadi ini perlu disampaikan agar semua pihak tidak menaruh rasa curiga. Jadi beliau sudah declare (menyatakan) di RPH bahwa tidak akan ikut memutus,” ucap Saldi.
Sidang lanjutan Perkara Nomor 70/PUU-XXII/2024 itu dipimpin oleh Saldi dengan didampingi Hakim Konstitusi Arsul Sani dan M. Guntur Hamzah. Agenda persidangan ialah perbaikan permohonan.
Pada mulanya, A. Fahrur Rozi selaku pemohon I menyampaikan permohonan provisi agar Anwar Usman memeriksa dan memutus perkara yang ia ajukan.
Menurut dia, Anwar Usman memiliki ikatan keluarga dengan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep yang berpotensi maju sebagai calon kepala daerah pada Pilkada 2024. Kaesang, kata dia, merupakan keponakan dari Anwar Usman.
“Pemohon mengajukan hak ingkar terhadap Hakim Konstitusi Anwar Usman dan meminta dengan hormat agar Hakim Konstitusi Anwar Usman dengan kesadaran diri mengundurkan diri atau tidak diikutsertakan dalam proses pemeriksaan dan pengambilan putusan terhadap perkara a quo,” kata Fahrur.
Namun, karena Anwar Usman telah menyatakan tidak akan ikut memutus perkara uji materi UU Pilkada yang berkaitan dengan syarat usia, imbuh Saldi, maka permohonan provisi pemohon sudah tidak relevan.
“Artinya, yang saudara mintakan provisi itu menjadi tidak relevan lagi,” ujar Saldi.
Perkara Nomor 70/PUU-XXII/2024 diajukan oleh Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta A. Fahrur Rozi dan mahasiswa Podomoro University Anthony Lee.
Para pemohon mengajukan permohonan uji materi Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 karena dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum. Mereka ingin syarat usia calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon.
Dalam petitumnya, para pemohon meminta MK agar memaknai Pasal 7 ayat (2) huruf e menjadi: berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk calon bupati dan calon wakil bupati atau calon wali kota dan calon wakil wali kota terhitung sejak penetapan pasangan calon.
Baca juga: Mahasiswa gugat penetapan syarat usia calon kepala daerah ke MK
Baca juga: KPU: Batas usia calon kepala daerah dihitung pada 1 Januari 2025
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2024