Kepada Netanyahu, Harris mengatakan bahwa apa yang telah terjadi di Gaza selama sembilan bulan terakhir sebagai peristiwa yang "menghancurkan."
Dia mengacu pada dokumentasi dan foto anak-anak yang tewas akibat perang, atau orang-orang yang putus asa dan lapar berusaha menyelamatkan diri dengan mengungsi berkali-kali.
"Kita tidak bisa berpaling dari tragedi ini. Kita tidak bisa membiarkan diri kita mati rasa terhadap penderitaan. Dan saya tidak akan tinggal diam," kata Harris kepada wartawan, setelah pertemuan dengan Netanyahu di Washington, Kamis (25/7).
Pertemuan yang berlangsung tertutup itu diadakan sehari setelah Netanyahu berpidato di Kongres AS, di mana dia mengklaim bahwa perang di Gaza, sepanjang sejarah perang perkotaan, merupakan yang paling rendah rasio antara korban prajurit dan warga sipil.
Padahal, sebanyak lebih dari 38.800 warga Palestina, yang sebagian besar perempuan dan anak-anak, sejak saat itu telah tewas, sementara lebih dari 89.400 lainnya luka-luka, menurut otoritas kesehatan setempat. Selama lebih dari sembilan bulan sejak serangan, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade yang melumpuhkan terhadap akses makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Israel dituding melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang dalam putusan terbarunya memerintahkan Tel Aviv untuk segera menghentikan operasi militer di kota selatan Rafah, di mana lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum mereka diserang pada 6 Mei.
"Saya sampaikan dengan jelas keprihatinan serius saya tentang situasi kemanusiaan yang mengerikan di sana, dengan lebih dari 2 juta orang menghadapi krisis pangan dan setengah juta orang mengalami kerawanan pangan akut," kata Harris.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Distorsi Netanyahu menarik perhatian media AS
Baca juga: Kelompok Palestina: Pidato Netanyahu penuh kebohongan dan tuduhan
Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Copyright © ANTARA 2024