Jakarta (ANTARA News) - Hakim dalam sidang mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini sempat mengancam direktur utama PT Pertamina Karen Agustiawan untuk berkata jujur dalam persidangan.

"Sumpah dalam hukum itu ada akibatnya, kalau memberikan keterangan yang tidak benar, setidak-tidaknya dikenai sumpah palsu. Kalau saksi tahu tapi tidak memberikan keterangan sebenarnya, itu bukanlah hak saksi tapi malah mengambil risiko karena majelis dapat menetapkan keterangan saksi melakukan sumpah palsu dan bisa langsung ditahan. Kalau ditetapkan seperti itu bisa-bisa saksi tidak pulang ke rumah," kata anggota majelis hakim Matheus Samiadji di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipirkor) Jakarta, Selasa.

Pernyataan itu disampaikan hakim Matheus karena Karen mengubah keterangannya seperti yang sebelumnya ia sampaikan kepada penyidik KPK yang termuat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terdakwa mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini.

"Tapi di keterangan saudara di BAP, selain dari terdakwa RUdi, ada juga pihak lain yang meminta uang ke Pertamina yaitu Johny Allen Marbun dan Sutan Bhatoegana pernah meminta dua direktur pertamina Afdal Bahaudin dan Hanung Budaya datang ke kantornya di DPR terkait pembayaran THR DPR 2013 dan oleh Menteri ESDM untuk DPR, bagaimana dengan cerita ini?" tanya hakim anggota Anwar.

Afdal Bahaudin adalah Direktur Pengembangan Investasi dan Manajemen Risiko sedangkan Hanung Budaya adalah Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina.

"Maaf saya hanya ingin menjelaskan apa yang saya alami sendiri, Saya luruskan bahwa saya tidak bisa memberikan keterangan yang tidak saya alami dan saya tidak lihat sendiri, selama ini tidak ada permintaan langsung ke saya dari Komisi 7 atau banggar DPR," jawab Karen.

"Lalu kenapa memberikan keterangan ini kalau tidak dialami? Di sini disebutkan juga pada 2012 dua direktur yang menjadi anak buah Anda dipanggil Johny Allen dan Sutan Bhatoegana untuk datang ke ruang di DPR? Ini rinci begini?," cecar hakim Anwar.

"Saya sudah meluruskannya, tapi bukan untuk BAP Pak Rudi tapi Pak Waryono Karno, karena saya tidak mengalami sendiri," jawab Karen.

"Mengapa bisa menerangkan seperti itu bagaimana ceritanya? Ibu bukan orang sembarangan di Indonesia karena hanya ada satu dirut Pertamina yang membawahi banyak direktur, kok hebat banget bisa mengarang cerita? Pengetahuannya dari mana?," tanya hakim Anwar Matheus lagi.

"Memang sebagai dirut saya mendengar dan membaca media kalau berkaitan dengan APBN dan APBN-P 2011, 2012, 2013 selalu ada ceritanya, cerita seperti tidak gratis, ada biayanya, hanya selama sebagai dirut saya tidak mengalami sendiri jadi tidak tahu kebenarannya iya atau tidak," ungkap Karen.

Karen hanya mendengar cerita tersebut sampai mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini meneleponnya pada 12 Juni 2013 untuk meminta agar Pertamina menalangi "tutup kendang" dengan SKK Migas menalangi "buka kendang" yaitu pemberian uang total 300 ribu dolar AS kepada anggota DPR untuk pembahasan APBN Perubahan 2013.

"Kalau pembahasan di APBN dan APBNP banyak cerita beredar, jadi saya hanya menyimpulkan saja, saya tidak tau kebenarannya sampai Pak Rudi menelepon 12 Juni 2013 itu," ungkap Karen.

Tapi Pertamina pun akhirnya tidak memberikan uang 150 ribu dolar AS yang diminta Rudi dengan mengaku sudah memberikan sendiri uang itu kepada DPR.

Namun Karen mengakui bahwa Ketua Komisi VII Sutan Bhatoegana pernah mendatangi kantornya di Pertamina bersama dengan direktur PT Timas.

"Pernah ke kantor, terkait keinginan ikut tender di pengolahan, tidak terkait dengan SKK Migas," tambah Karen.

PT Timas yang dimaksud adalah PT.Timas Suplindo yaitu perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi dan rekayasa, Sutan tercatat pernah menjadi wakil direktur perusahaan tersebut pada 2003-2004.

Dalam perkara ini, Rudi dikenakan pasal 11 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan pasal tindak pidana pencucian uang berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b subsidair pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberanasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo pasal 65 ayat 1 KUHP dengan ancaman maksimal penjara 20 tahun penjara dengan denda paling banyak Rp1 miliar.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014