Ketegangan diplomatik tersebut terjadi usai pemimpin sejumlah negara Amerika Latin meragukan hasil pemilihan presiden yang dimenangi Maduro, petahana sejak 2013, dengan 50,2 persen suara.
Pemimpin oposisi Venezuela, Maria Corina Machado, mengatakan telah terjadi kecurangan masif dalam pemilu dan menolak mengakui hasilnya. Menurut mereka, Edmundo Gonzales -- calon dari kubu oposisi -- adalah pemenang pemilu sebenarnya dengan perolehan 70 persen suara.
Dalam pernyataannya, Pemerintah Venezuela mengumumkan penarikan semua staf diplomatik dari kedutaan besarnya di Argentina, Chile, Kosta Rika, Peru, Panama, Republik Dominika, dan Uruguay.
Venezuela juga mendesak negara-negara yang mereka tuduh mengintervensi pemilihan presiden untuk menarik pulang dutanya masing-masing.
Baca juga: Maduro : Oposisi tidak akan dapat ciptakan krisis politik di Venezuela
Pemerintah Venezuela, yang bermusuhan dengan Amerika Serikat sejak Hugo Chavez memimpin Venezuela pada 1999, menuduh negara-negara tersebut mengekor kepentingan AS.
"Republik Bolivar Venezuela menolak keras intervensi dan pernyataan sekelompok pemerintahan sayap-kanan antek Washington yang secara terbuka mendukung dalil ideologi fasisme internasional," menurut pernyataan Pemerintah Venezuela.
Adapun Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, begitu mengetahui hasil pilpres yang diumumkan otoritas Venezuela, menyatakan bahwa pihaknya memiliki kekhawatiran besar bahwa hasil pemilu tersebut tak mencerminkan kehendak rakyat.
Selain itu, pemerintah Argentina, Kosta Rika, Peru, Panama, Republik Dominika, Uruguay, Ekuador, Guatemala, dan Paraguay mendesak Organisasi Negara-Negara Amerika (OAS) segera menggelar rapat darurat untuk membahas hasil pemilu di Venezuela.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Buntut pilpres, diplomat Venezuela tinggalkan Peru dalam waktu 3 hari
Penerjemah: Nabil Ihsan
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Copyright © ANTARA 2024