Palembang (ANTARA News) - Aktivitis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai sangat lamban penanganan permasalahan agraria di Provinsi Sumatera Selatan, sehingga banyak konflik agraria yang hingga kini belum bisa diselesaikan dengan baik.

"Sebagai contoh permasalahan agraria di Kabupaten Ogan Ilir yang mengakibatkan konflik berkepanjangan antara masyarakat dan pihak perusahaan perkebunan milik negara PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII yang telah banyak menimbulkan korban jiwa, luka-luka, dan cacat fisik hingga kini belum ada tanda-tanda akan berakhir," kata Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Hadi Jatmiko di Palembang, Sabtu.

Menurut dia, permasalahan agraria di Ogan Ilir dan beberapa daerah Sumsel lainnya, seharusnya tidak dibiarkan berlarut-larut tanpa penanganan yang serius oleh pihak pemerintah daerah dan instansi terkait.

Membiarkan permasalahan agraria berarti memelihara konflik yang sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya keributan antara pihak yang bersengketa, karena pada awal Maret 2014 masyarakat Kabupaten Ogan Ilir kembali mempermasalahkan lahan mereka yang dikuasai pihak PTPN VII untuk perkebunan tebu dan pabrik gula Cinta Manis, dengan melakukan aksi unjuk rasa, katanya.

Dia menjelaskan, permasalahan agraria di wilayah provinsi yang memiliki 15 kabupaten dan kota ini cenderung mengalami peningkatan, sehingga perlu segera dicarikan solusinya agar tidak semakin banyak warga kehilangan lahan sumber penghidupan keluarga mereka.

"Sekarang ini terdapat sekitar 30 kasus sengketa agraria yang terungkap di Sumsel, berdasarkan hasil pengamatan aktivis lingkungan di lapangan dan informasi dari masyarakat jumlahnya bisa lebih dari itu," ujarnya.

Melihat banyak koflik agraria yang belum diselesaikan dengan baik, Walhi Sumsel mendesak pemerintah daerah dan pihak berwenang segera mencarikan solusinya.

Semua pihak harus mendorong adanya solusi setiap permasalahan agraria di Sumsel, sehingga tidak ada lagi pertikaian dan korban serta lahan yang bersengketa dapat dikelola secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat bukan hanya untuk sekelompok pemilik modal seperti yang terjadi selama ini, ujar Hadi.

Pewarta: Yudi Abdullah
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014