Kami berharap rakor ini bisa menghasilkan program stop kekerasan pada anak, sehingga kasus ini tidak terus terjadiPadang (ANTARA) - Kementerian Sosial (Kemensos) RI menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Perlindungan Anak di Sumatera Barat (Sumbar) sebagai langkah untuk mendukung upaya pencegahan dan sanksi terkait kekerasan terhadap anak.
Staf Khusus Kemensos RI Fauzan Amar di Padang, Selasa, mengatakan rakor yang digelar itu menghadirkan berbagai elemen di Sumbar dengan tujuan pembahasan bisa lebih komprehensif dari berbagai sudut pandang.
"Anak rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan. Keluarga dan lingkungan terdekat berpotensi menjadi penyebab. Pengaruh perkembangan teknologi media sosial juga sangat besar. Oleh sebab itu kita harus terus kawal bersama dengan upaya preventif," katanya.
Ia mengatakan kearifan lokal yang dimiliki oleh daerah juga berpotensi untuk dikembangkan guna mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak.
Baca juga: Mensos: Pendampingan psikososial bantu pulihkan anak korban TPPO
"Kami berharap rakor ini bisa menghasilkan program stop kekerasan pada anak, sehingga kasus ini tidak terus terjadi," ujarnya.
Ketua Majelis Ulama (MUI) Sumbar Buya Gusrizal Gazahar menyebut kekuatan hukum adat di nagari seharusnya bisa menjadi solusi dalam mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak. Penerapan sanksi sosial adat juga bisa diberikan bagi para pelaku.
"MUI Sumbar sudah pernah mengusulkan penerapan hukum adat atau peraturan nagari yang bisa mencegah kekerasan seksual atau perbuatan LGBT di nagari. Namun sampai sekarang belum ada nagari yang menerapkan," ujarnya.
Upaya pencegahan lainnya menurut Buya Gusrizal adalah membekali calon penganten tentang tanggungjawab menjadi orang tua, serta memperkuat koordinasi antar Lembaga dalam bentuk aksi, bukan hanya sebatas rakor atau seremonial.
Baca juga: Untuk perlindungan, Kemensos susun pedoman operasional ATENSI anak
"Kita perlu koordinasi antar-lembaga, tapi selama ini hanya seremonial rakor saja. Koordinasi harus diperkuat. Serangannya semakin hebat, pertahanan kita semakin kendor, banyak potensi kebaikan di tengah masyarakat semakin tidak berfungsi," katanya.
Ia menilai apa yang sudah terjadi selama ini adalah sebuah kelalaian. Mulai dari tidak ada persiapan membina rumah tangga, keluarga lalai, pemerintah lalai, ulama, dan tokoh adat juga lalai.
Antropolog dari Universitas Andalas Sri Setiawati yang tampil sebagai narasumber pada sesi kedua rakor yang diikuti 45 perwakilan dari berbagai unsur, instansi, komunitas, hingga praktisi, itu memiliki pemikiran serupa.
Baca juga: Warga boikot MTI Canduang Agam terkait masalah asusila santri
Menurut Sri, penerapan hukum adat di Sumbar sudah didukung berbagai instrumen yang akan memperkuat dan dampaknya akan lebih berarti.
"Instrumen itu ada, peradilan adat misalnya. Hukum sosial ini akan lebih berdampak, sebab akan terkait dengan citra kaum, dan sukunya. Akan ditanya apa sukunya, hingga siapa datuak-nya, jadi sampai ke situ," kata Sri.
Beberapa rencana aksi dihasilkan dalam rakor itu diantaranya melakukan kegiatan Pekerja Sosial (Peksos) goes to school, Peksos goes to pesantren, penguatan edukasi pada anak tentang bagian tubuh sensitif yang tidak boleh disentuh orang lain, edukasi pada anak agar berani melaporkan tindak kekerasan yang dialami, video stop kekerasan pada anak, hingga khutbah Jumat dengan tema stop kekerasan pada anak.
Baca juga: LPAI telusuri dugaan kekerasan seksual di Pondok Pesantren Agam
Pewarta: Miko Elfisha
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024